ihalmukatul.jpg

Home
Mengenai kami
Hubungi Kami
Kegiatan
Anggota KOMPA
Ngiklan Berantai
debat 'SEPUTAR NAMA ALLAH'
Kepengurusan KOMPA 2009 - 2010
Berita News
Lain-lain

debat 'SEPUTAR NAMA ALLAH'

 

SIAPAKAH YANG BERNAMA ALLAH ITU? (1)

Belakangan ini dari kalangan Kristen banyak diajukan pertanyaan kepada Yayasan Bina Awam yang mempertanyakan kebenaran dari traktat berjudul "Siapakah yang bernama ALLAH itu?" yang diterbitkan oleh Yayasan Shiraathal Mustaqiim, Jakarta. Diskusi mengenai pertanyaan tersebut diuraikan dalam bentuk Tanya-Jawab berikut:

1 Benarkah bahwa yang bernama ALLAH itu dewa? atau tepatnya 'nama dewa Arab yang mengairi bumi' (Muh. Wahyuni Nafis, Melintasi batas-batas Agama, 1998, h.85) dan nama Dewa yang disembah penduduk Mekah? (Djohan Effendi (penterj.), Agama Manusia, 1985, h.258)

Dalam konteks agama Arab pra-Islam di Mekah bisa saja istilah Allah kala itu ditujukan pada dewa yang disembah orang Arab, tetapi istilah Allah itu bersifat generik yang asalnya berarti lain. Kutipan buku 'Agama Manusia' (h.258) di atas menyebut hal itu dalam konteks Arab Mekah di zaman lahirnya Islam (Huston Smith, The Religions of Man, 1963, h.204) padahal sebelumnya Smith menjelaskan bahwa dalam Al-Qur'an 'nama Allah berasal dari kata Al-Illah yang dipercayai oleh orang Arab sebagai sama dengan Allah Adam, Nuh, Shem dan Abraham' (Ibid, h.202). Dari Abraham keluar 2 keturunan, Ishak menurunkan bangsa Israel yang menyebut El, Elohim atau Eloah, sedangkan Ismael menurunkan bangsa Arab yang menyebut El Abraham itu sebagai Allah. Al-Qur'an tidak mengikuti pengertian Allah zaman itu dan mengertinya kembali mendekati kata 'El.' Dr.Daud H. Soesilo, konsultan Penerjemahan United Bible Societies, menyebut:

"Jauh sebelum kehadiran agama Islam, orang Arab yang beragama Kristen sudah menggunakan (baca: menyebut) allah ketika mereka berdoa kepada el, elohim, eloah. Bahkan tulisan-tulisan kristiani dalam bahasa Arab pada masa itu sudah menggunakan allah sebagai padankata untuk el, elohim, eloah. Sekarang ini, allah tetap digunakan dalam Alkitab bahasa Arab, baik terjemahan lama (Arabic Bible) maupun terjemahan yang baru (Today's Arabic Version). Dari dahulu sampai sekarang, orang Kristen di Mesir, Libanon, Iraq, Indonesia, Malaysia, Brunai, Singapura dan diberbagai negara di Asia serta Afrika yang dipengaruhi oleh bangsa Arab, terus menggunakan (baca: menyebut) kata allah - jika ditulis biasanya menggunakan huruf kapital "Allah" untuk menyebut Pencipta Alam Semesta dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, baik dalam ibadah mau-pun dalam tulisan-tulisan." (jurnal Forum Biblika, LAI, no.8/1998.)

Jadi nama Allah bukan diambil dari agama Islam, Al-Qur'an atau dari 'artinya yang merosot' sebagai dewa-air, tetapi dari sejarah jauh sebelumnya yang berasal dari istilah bahasa Semit (Shem) yaitu 'El' yang dipercaya Abraham. Ini diperjelas kutipan:

"Agaknya Kata "Allah" merupakan pengkhususan dari kata al-ilah (ketuhanan) ... Nama "Allah" telah dikenal dan dipakai sebelum al-Qur'an diwahyukan ... Kata itu tidak hanya khusus bagi Islam saja, melainkan ia juga merupakan nama yang, oleh ummat Kristen yang berbahasa Arab dari gereja-gereja Timur, digunakan untuk memanggil Tuhan." (Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam, 1996, h.23)

Jadi nama 'El' dalam tradisi Israel atau 'Allah' dalam tradisi Ismael/Arab Kristen menunjuk pada 'El' yang disembah Abraham.

        2 Kalau begitu apakah 'El' nama Allah yang benar?

Di kitab Kejadian, kita jumpai nama 'El' yang diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) sebagai 'Allah' (Kej.1:1). (Bagian kutipan ayat-ayat Alkitab terbitan LAI yang dikurung berikut adalah bahasa asli yang ditambahkan oleh penulis).

"Akulah Allah (El) yang di Betel itu ..." (LAI, Kej.31:13)
"Allah (Elohim) Israel ialah Allah (El)." (LAI, Kej.33:20)

Dalam Perjanjian Lama (PL) 'El' itu sama dengan 'Elohim' atau Eloah'. Istilah 'El' ini disejajarkan dengan nama 'Yahweh' dalam:

"Aku, TUHAN (Yahweh). Allahmu (Elohim), adalah Allah (El) yang cemburu ..." (LAI, Ulg.5:9).

Ketika Musa menghadap Allah, ia bertanya mengenai nama Allah dan mendapat jawaban "AKU ADALAH AKU (Kel.3:13), tetapi sekalipun demikian Allah menyebut selanjutnya:

"TUHAN (Yahweh), Allah (Elohim) nenek moyangmu, Allah (Elohim) Abraham, Allah (Elohim) Ishak dan Allah (Elohim) Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun." (LAI, Kel.3:15).

Dari terang ayat ini kita dapat melihat bahwa rupanya 'El' tidak menyebut nama spesifik untuk menyebut diriNya mungkin dengan maksud agar nama itu tidak dijadikan berhala atau mantra (band.Kis.19:13). Namun 'El' menyebut diriNya juga dengan nama 'Yahweh' (TUHAN) dan 'Elohim/Eloah' (Allah).

Sekalipun nama 'El' banyak dipakai, sama halnya dengan nama Allah (Al-Ilah) yang berasal dari bahasa Semit yang dalam bahasa Arab di jalur Ismael bisa merosot digunakan untuk menyebut nama Dewa Air di zaman pra-Islam di Mekah, penggunaan nama Elohim dalam jalur Israel bisa merosot juga.

Dalam Kel.32:1,4 kita dapat melihat bahwa 'allah Lembu Emas' yang disembah umat Israel saat Musa naik ke gunung Sinai dalam bahasa aslinya juga ditulis dengan kata 'Elohim,' padahal Tuhan dan Musa menyalahkan mereka dan agar mereka kembali kepada "Yahweh (TUHAN), Elohim (Allah) Israel" yang benar (Kel.32:27). Penggunaan nama yang sama untuk menyebut dua konsep berbeda tentang yang disembah. Dari sini kita dapat melihat bahwa nama El/Elohim atau diterjemahkan sebagai Allah adalah nama umum atau generik, bisa dalam pengertian semula, bisa merosot untuk menyebut misalnya 'Dewa Air' dalam jalur Ismael atau untuk menyebut 'Lembu Emas' dalam jalur Ishak, untuk itulah untuk membedakannya digunakan istilah yang diberi penjelasan yaitu 'Allah Abraham, Ishak dan Yakub.'

        3 Apakah arti sebenarnya dan perbedaan antara nama-nama El/Elohim/ Eloah,                   Yahweh dan Adonai?

Nama 'El' adalah nama pertama yang dipergunakan dalam Alkitab (Kej.1) yang bersifat generik dan kemudian digunakan oleh banyak bangsa-bangsa keturunan Adam. Yakub menyebut El dalam kedahsyatanNya (Kej.28:17) dan dalam bentuknya yang sekarang nama itu disejajarkan dengan nama Yahweh (ay.16). Memang El semula dikenal sebagai Allah di atas allah atau Allah Maha Tinggi dan kemudian untuk menyebut Allah Israel. Dalam bentuknya sekarang, dalam sanjak Bileam El tidak lain adalah Yahweh yang membawa umat Israel keluar dari Mesir (Bil.23: 8,19,22-23;24:4,8,16,23) dan di tempat lain nama El disebut sejajar dengan Yahweh (Maz.85:8-9;Yes.42:5) dan dijadikan padankatanya. Nama El ini kemudian tidak sekedar menyebut kata generik sebagai 'Allah tertinggi' tetapi dengan gabungan kata lain menunjuk Nama yang nyata seperti El Shadday (Allah Mahakuasa), El Elyon (Allah Mahatinggi), El Olam (Allah Kekal), El Bethel (Allah Bethel), El Roi (Allah Mahatahu), El Berith (Allah Perjanjian), dan El Elohe-Israel (Allah Israel).

Nama 'Elohim' banyak terdapat dalam Perjanjian Lama dalam pengertian sama dengan 'El' tetapi untuk menyebut nama Allah dalam bentuk jamak (Kej.1:26) tetapi kebanyakan juga sebagai bentuk tunggal dan untuk menyatakan TUHAN Yahweh Israel. Nabi Elia yang namanya berarti Allahku (El) Tuhanku (Yah), berkata di gunung Karmel: "Kalau TUHAN (Yahweh) itu Allah (Elohim), ikutlah Dia, dan kalau Baal, ikutlah Dia." (1.Raj.18: 21,37,39). Nama 'Elohim' menekankan bahwa 'Allah Pencipta adalah Tuhan yang mutlak atas ciptaan dan sejarah.'

Nama 'Eloah' adalah bentuk tunggal yang mirip Elohim. Baik El, Elohim dan Eloah menunjuk pada pengertian yang sama.

Nama 'Yahweh' sebenarnya terdiri dari 4 huruf konsonan YHWH yang disebut Tetragrammaton. Dalam tradisi naskah Pentateuch dikenal Musa sebagai TUHAN Allah yang membawa umat Israel keluar dari Mesir (Kel.20:2) tetapi dari tradisi naskah Pentateuch yang kemudian, nama itu digunakan dalam rangka Penciptaan bersamaan dengan 'Elohim' dan pada jaman Enos disebut bahwa orang mulai memanggil nama TUHAN (Yahweh, Kej.4:26). Mungkin perkembangan tradisi naskah ini terjadi untuk menjadikan Yahweh bukan saja sebagai Tuhan Israel tetapi juga Tuhan atas semua umat manusia. Tetapi, dalam tradisi akhir naskah Pentateuch kenyataan ini dimentahkan karena disebut bahwa nama yang digunakan adalah 'El-Shadday' (Allah Mahakuasa) dan sebelumnya kepada Abraham Ishak dan Yakub tidak disebut nama Yahweh kepada mereka (Kel.6:2-3), itulah sebabnya dalam tradisi naskah lain disebut bahwa nama itu baru diperkenalkan kepada Musa di gunung Horeb (Kel.3:1-14) pada saat mana 'El' menyebut nama DiriNya sebagai 'AKU ADALAH AKU.' Sekalipun demikian semua tradisi naskah mempercayai bahwa Musa tidak berkenalan dengan TUHAN Allah yang berbeda dengan yang dikenal leluhurnya, dan dari Musa-lah pengajaran tentang TUHAN Allah 'Yahweh' dalam terang Keluaran itu menjadi jelas.

Nama 'Adonai' diterjemahkan 'Tuan' atau 'Tuhan' sebenarnya merupakan nama panggilan untuk menghormati seseorang (1.Sam.24:9;26:17;Yer.22:18). Nama ini dikaitkan dengan nama 'Yahweh' sebagai 'TUHAN, Tuhan' (Yos.3:13; Maz.97:5) atau sebagai pengganti 'Yahweh' (Yes.6:1,8;Mik.4:13; Zak.4:14;6:5).

4 Nama adalah identitas diri, karena itu mengapa nama El, Elohim atau           Yahweh diterjemahkan?

    Sekalipun dalam Perjanjian Lama ada beberapa nama yang ditujukan untuk menyebut 'Yang disembah Israel' disitu tidak pernah ada keberatan dengan salah satu nama bahkan sering nama-nama itu dipakai bersama-sama atau menggantikan yang lainnya.
    Bahasa Ibrani adalah bahasa mati yang tidak digunakan sehari-hari, maka ketika bahasa Yunani menjadi bahasa hidup di Laut Tengah, pada abad III-BC, 72 tua-tua Israel dikirim oleh Imam Kepala di Yerusalem untuk pergi ke raja 'Ptolomeus Philadelphus' di Iskandariah (Afrika Utara) dengan membawa salinan 'Kitab Hukum' yang resmi yang selama 72 hari
diterjemahkan ke bahasa Yunani. Terjemahan ini terkenal dengan nama 'Septuaginta' atau 'LXX' (artinya 70).
    Septuaginta secara resmi diterima oleh para Imam Yahudi dan dalam terjemahan ini istilah 'El, Elohim & Eloah' diterjemahkan sebagai 'Theos' dan 'Yahweh' sebagai 'Kurios.' Penterjemahan Theos dan Kurios ini
tidak menjadi masalah bagi orang Yahudi maupun para Imam Yahudi. Kedua istilah Yunani inilah yang digunakan dalam penulisan Perjanjian Baru dalam bahasa 'Yunani Koine.' Baik Allah, Yesus dan para Rasul menerima terjemahan itu, bahkan ketika membaca kitab Yesaya 61:1-2, Yesus membacanya dari 'LXX' (Kurios, Luk.4:18-19).

Dalam terjemahan PB (Yunani Koine) ke bahasa lainnya, nama 'Theos & Kurios' diterjemahkan sebagai 'God & Lord' (Inggeris) dan 'Allah & Tuhan' (Indonesia). PL (Indonesia) diterjemahkan dari bahasa Ibrani dimana 'El, Elohim & Eloah' diterjemahkan sebagai 'Allah' dan 'Yahweh' sebagai 'TUHAN' ('Yahweh' tidak pernah diterjemahkan sebagai 'Allah').

Dalam hubungan dengan penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia, LAI dalam surat penjelasannya (21 Januari 1999) mengutip Dr. Daud H. Soesilo menyebutkan bahwa:

"Dalam terjemahan bahasa melayu dan Indonesia, kata 'Allah' sudah digunakan terus menerus sejak terbitan Injil Matius dalam bahasa Melayu yang pertama (terjemahan Albert Corneliz Ruyl, 1629). Begitu juga dalam Alkitab Melayu yang pertama (terjemahan Melchior Leijdekker, 1733) dan Alkitab Melayu yang kedua (terjemahan Hillebrandus Cornelius Klinkert, 1879) sampai saat ini."

Dari uraian ini kita dapat melihat bahwa terjemahan bahasa Indonesia 'Allah' untuk menunjuk 'nama' El, Elohim & Eloah dalam PL dan Theos dalam PB, dan 'TUHAN' untuk Yahweh dalam PL dan 'Tuhan' untuk Kurios dalam PB tidaklah menjadi masalah, apalagi kata 'Allah' adalah bagian kosa kata bahasa Indonesia sehingga tidak salah kalau dipakai terus. Yang penting dalam menggunakan suatu nama 'generik' adalah 'siapakah yang kita maksudkan dengan menyebut nama itu.' Penggunaan nama yang sama belum tentu dimengerti sama dan pengertian 'Yahweh yang adalah Elohim Abraham, Ishak dan Yakub' yang dimengerti dan dipercaya oleh orang Yahudi belum tentu sama dengan yang dimengerti oleh orang Kristen Perjanjian Baru yang tidak saja mempercayai 'Kurios yang adalah Theos Abraham, Ishak dan Yakub' tetapi juga 'yang digenapi dalam Yesus Kristus.' Berikut Yesus menyamakan dirinya sebagai 'Kurios':

"Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! (Kurios) akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga." (LAI, Mat.7:21)

5 Mengapa 'nama' tidak dikembalikan saja pada nama dalam bahasa aslinya?

Bila diterjemahkan tidak menjadi masalah termasuk bagi Imam Kepala Yahudi, mengapa kita harus kembali ke bahasa aslinya? Memang ada traktat berjudul sama yang diterbitkan Shiraathal Mustaqiim yang menterjemahkan ayat-ayat sebagai berikut:

"Pada mulanya adalah Firman: Firman itu bersama-sama dengan Eloim dan Firman itu adalah Eloim." (Yoh.1:1-2)

"Demikianlah kita mengenal Roh Eloim; setiap roh yang mengaku Yeshua Hamasiah telah datang sebagai manusia, berasal dari Roh Eloim, dan setiap roh yang tidak mengaku Yeshua tidak berasal dari Eloim Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia kamu dengar, bahwa Ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia." (1.Yoh.4:2-3)

Harus disadari naskah asli Perjanjian Baru menyebut 'Theos' dan bukan diterjemahkan dari bahasa Ibrani! Yesus sendiri menyebut Theos dan bukan Elohim, mengapa kita mau mengubah ayat-ayat Alkitab padahal Yesus dan para Rasulnya menerima? Terjemahan 'Yeshua Hamasiah' lebih tidak berdasar karena bahasa aslinya adalah 'Iesous Christos' yang diterjemahkan menjadi 'Yesus Kristus,' dan dari kata 'Christos' inilah lahir nama sebutan untuk para murid sebagai 'Christanous' ('Kristen,' Kis.11:26)

6 Apakah hak LAI dalam menterjemahkan Alkitab?

LAI adalah gabungan ahli-ahli penterjemah Alkitab yang diutus gereja-gereja, dan LAI adalah anggota United Bible Societies sedunia. LAI sudah bekerja cukup lama di Indonesia dan bekerja dengan tekun dan profesionalisme tinggi. Karena itu janganlah kita dibingungkan oleh pendapat perorangan yang melontarkan 'isu-isu' tanpa melalui persidangan gerejawi dan kehadiran para ahli seperti dalam soal nama Allah! (Efs.4:11-15)

A m i n !

(SUMBER WWW.YABINA.ORG Ruang Tanya jawab Agustus 1999) 




SIAPAKAH YANG BERNAMA ALLAH ITU? (2)

DISKUSI Agustus 1999 berjudul 'Siapakah yang Bernama Allah Itu?' telah mendapat sambutan luas. Namun rupanya masih ada yang belum jelas sehingga masih ada yang menanyakan lagi. Diskusi kali ini memberi penjelasan lanjutan dalam bentuk tanya jawab:

1 Diskusi Agustus menyebut nama 'Allah' bukan diambil dari agama Islam & Alquran tetapi sebelumnya. Apa benar?

Untuk jelasnya berikut dikutip pernyataan dalam Diskusi Agustus:

"Jadi nama Allah bukan diambil dari agama Islam, Al-Qur'an atau dari 'artinya yang merosot' sebagai dewa-air, tetapi dari sejarah jauh sebelumnya yang berasal dari istilah bahasa Semit (Shem) yaitu 'El' yang dipercaya Abraham."

Ini diperkuat kutipan Dr. Daud H. Susilo yang berbunyi:

"Jauh sebelum kehadiran agama Islam, orang Arab yang beragama Kristen sudah menggunakan (baca: menyebut) allah ketika mereka berdoa kepada el, elohim, eloah." (jurnal Forum Biblika,LAI,no.8/1998)

Dan diperjelas dari sumber Islam sendiri yang berbunyi:

"Nama "Allah" telah dikenal dan dipakai sebelum al-Qur'an diwahyu-kan ." (Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam, 1996, h.23)

Maksudnya adalah bahwa istilah itu sudah digunakan oleh orang Arab beragama Kristen sebelum kehadiran Islam dan nama itu dalam tradisi Ismael/Arab Kristen menunjuk pada 'El' yang disembah Abraham. Berikut ditambahkan kutipan dari Ensiklopedia Islam di bawah kata 'Bangsa Arab' yang lebih jelas:

"Gagasan tentang Tuhan Yang Esa yang disebut dengan Nama Allah, sudah dikenal oleh Bangsa Arab kuno. Ajaran Kristen dan Yudaisme dipraktikkan di seluruh jazirah ... Kelompok keagamaan lainnya sebelum Islam adalah hunafa' (tngl.hanif), sebuah kata yang pada asalnya ditujukan pada keyakinan monotheisme zaman kuno yang berpangkal pada ajaran Ibrahim dan Ismail. Menjelang abad ke-7, kesadaran agama Ibrahim di kalangan bangsa Arab ini telah menghilang, dan kedudukannya digantikan oleh pemujaan sejumlah berhala." (Cyril, Op Cit, h.50-51)

Rupanya menjelang abad ke-7 itulah arti Allah merosot digunakan untuk menyebut 'dewa air' atau 'dewa berhala lainnya,' dan baru pada abad ke-7 Islam memulihkannya.

"dalam waktu 20 tahun seluruh tradisi Jahiliyyah tersebut terhapus oleh ajaran Tuhan yang terakhir, yakni Risalah Islam." (Ibid, h.51)

Dari latar belakang ini dapat dimengerti penerjemahan Alkitab ke bahasa Melayu (1629) menggunakan nama 'Allah' untuk menyebut Tuhan yang Maha Esa karena di kala itu 'Allah' sudah masuk kosa kata bahasa Melayu. Maka berdasar acuan orang Arab Kristen yang jauh sebelumnya sudah menggunakan 'Allah' untuk menyebut 'El, Elohim & Eloah, maka nama itu digunakan.

2 Mengapa disebut bahwa "Yahweh tidak pernah diterjemahkan menjadi ALLAH." Bukankah dalam Alkitab YAHWEH telah diterjemahkan menjadi 'ALLAH' 297 kali?

Penanya kurang teliti membaca Diskusi Agustus. Disitu ditulis bahwa "Yahweh tidak pernah diterjemahkan sebagai Allah" (huruf kecil dengan huruf pertama kapital) dalam pengertian sebagai terjemahan 'el, elohim atau eloah.' Memang benar ada nama 'Yahweh' yang diterjemahkan sebagai 'ALLAH' (semua hurufnya besar), ini tidak dibahas dalam Diskusi Agustus. Yahweh diterjemahkan menjadi 'ALLAH' bila nama Yahweh itu didahului nama 'Adonai.' Karena 'Adonai' biasa diterjemahkan sebagai 'Tuhan' (huruf kecil dengan huruf pertama kapital) dan 'Yahweh' diterjemahkan sebagai 'TUHAN' (semua huruf besar). Untuk menghindari pengulangan, maka 'Adonai Yahweh' tidak diterjemahkan 'Tuhan TUHAN' melainkan diterjemahkan 'Tuhan ALLAH.' Ini bisa diterima mengingat nama 'Yahweh' bisa bertukar dengan 'El.'

3 Bukankah bangsa Arab adalah keturunan Ham (Hamit) dan bukan keturunan Sem (Semit), karena Ismail adalah anak Hagar bangsa Mesir dan dalam Alkitab disebut bahwa Ismail tidak boleh disebut keturunan Abraham (Kej.21:12). Jadi, bangsa Arab bukan keturunan Sem!

Penafsiran yang sederhana ini rupanya timbul akibat obsesi 'fanatisme Yudaisme' dan 'alergi Arab' yang berlebihan dimana bangsa & bahasa Yudaisme di tinggi-tinggikan sedang bangsa & bahasa Arab cenderung didiskreditkan (Ham dikutuk, Kej.9:25).
P
erlu disadari bahwa bila kita menyebut 'bangsa' yang dimaksudkan adalah 'pertalian darah daging' jadi bukan dimaksudkan 'keturunan perjanjian/hak-waris' (Kej.21:12). Sesudahnya malah Allah berfirman tentang Ismail bahwa "iapun anakmu" (Kej. 21:13). Jadi, sekalipun hak waris perjanjian tidak diterima Ismael, ia tetap anak 'darah daging' Abraham, demikian juga bangsa Arab yang keluar dari benih Ismail. Dalam masyarakat patriarkhal seperti bangsa Ibrani & Arab, pertalian darah ditentukan dari jalur ayah, apalagi Ismail adalah 'anak sulung' yang ikut 'disunat' jadi tetap terhisap dalam keluarga Abraham (Kej.17). Paulus menyebut Hagar sebagai "gunung Sinai di tanah Arab" yang melahirkan anak daging Abraham (LAI, Gal.4:21-31).

Apakah bangsa Arab itu keturunan Ham (Hamit) atau Sem (Semit)? Alkitab menyebut bahwa keturunan Ham adalah Kusy (Ethiopia), Misraim (Mesir), Put dan Kanaan (Kej.10:6). Dari kamus Kristen kita dapat membaca bahwa:

"orang Arab mencakup keturunan Aram (Kej.10:22), Eber (Kej.10:24-29), Abraham dari Keturah (Kej.25:1-4) dan dari Hagar (Kej.25:13-16) ... Keturunan Joktan (anak Eber) mencakup beberapa suku Arab (Kej.10:26-29)." (The Interpreter's Dictionary of the Bible, di bawah kata Arabians).

Menurut kamus Islam, yang disebut 'Bangsa Arab' adalah:

"Masyarakat Semit yang merupakan penduduk asli gurun pasir Arabia ... Masyarakat yang berdarah Arab asli dan berbahasa Arab tersebar di sepanjang jazirah Arabia, terbentang dari Yaman dan pantai Afrika dekat Yaman sampai kepada gurun pasir Syria dan Irak Selatan ... Tradisi Arabia Selatan yang diyakini bahwa mereka merupakan keturunan dari seorang nabi bernama Qahthan, yang di dalam Bibel disebut Joktan, dan Tradisi Arabia Utara yang diyakini sebagai keturunan nabi Adnan, dan darinya terbentuk keturunan Isma'il, putra Ibrahim ... Istilah Arab berarti "Nomads". Bangsa Arab Utara dipandang sebagai Arab al-Musta'ribah (Arab yang di Arabkan), sementara bangsa Arab keturunan Quathan yang tinggal di wilayah selatan menamakan dirinya sebagai Arab Muta'arribah, atau suku-suku hasil percampuran dengan Arab al-'Aribah (Arab Asli) ... Kelompok Arab yang asli ini, yakni keturunan Aram putra Shem putra nabi Nuh." (Cyril, Op Cit, h.49-50)

"Adnan. Anak turunan Nabi Isma'il yang menjadi nenek moyang suku-suku Arabia Utara ... nenek moyang suku Arabia Selatan adalah Quahthan, yang dalam Bibel disebut Joktan." (Ibid, h.12-13)

Dari penjelasan di atas jelas sudah bahwa bangsa Arab adalah keturunan Sem dan bukan keturunan Ham dan termasuk bangsa yang berbangsa dan berbahasa rumpun Semit. Setidaknya bangsa Arab terdiri dari tiga macam 'keturunan Semit' yaitu (1) Bangsa Arab-Asli yaitu keturunan Aram anak Sem; (2) Bangsa Arab Selatan yaitu keturunan Yoktan anak Eber (yang nota-bena termasuk orang Ibrani juga mengingat Ibrani berasal dari keturunan dan nama Eber); dan (3) Bangsa Arab Utara yang dianggap keturunan Ismail.

4 Bagaimana dengan ucapan Yesus dikayu salib, bukankah ia berbicara 'Eloi, Eloi' dalam bahasa Ibrani? Bagaimana dengan ucapan Yesus dikayu salib, bukankah ia berbicara 'Eloi, Eloi' dalam bahasa Ibrani?

Perlu diketahui bahwa kata 'Eloi/Eli' bukan bahasa Ibrani tetapi Aram. Alkitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dan bukan bahasa Ibrani, sekalipun demikian memang ada terselip beberapa istilah Aram (a.l. Eloi Lama Sabakhtani, Talitha Kumi, Maranatha, Rabbuni) dan Romawi (Centurion, Legion, Denari).

"Kelompok Arab yang asli ini, yakni keturunan Aram putra Shem putra nabi Nuh." (Ibid, h.50)

Dapatlah dikatakan dari kutipan ini bahwa bahasa Aram waktu Yesus hidup bersumber sama dengan bahasa Arab asli, yaitu pada nenek-moyang Aram, anak ke-5 dari Sem (Kej.10:22), jadi Yesus berkata 'Eloi' dalam bahasa Aram-Arab dan bukan Ibrani!

"Yesus berbicara juga bahasa Yunani ... tetapi bahasa ibu mereka saat itu ialah bahasa Aram." (ME Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, BPK, 1966, h.16).

Kita perlu memperhatikan bahwa bahasa Aram (berasal Aram anak Sem) kenyataannya lebih tua dua generasi dari bahasa Ibrani (berasal Eber cucu Arpakhsad anak Sem, Kej.10:22-24).
B
ila kita mempelajari bahasa Ibrani dengan seksama, dapat diketahui bahwa awalnya nama 'el' menjadi 'il, ilu, ilum' yang berkembang di rumpun Semit-Timur dan Akkadian-kuno, menjadi 'ila/ilah' di Amorit dan Arab-utara (lih. G. Johanes Botterwech et.al (eds), Theological Dictionary of the Old Testament, vol.I, h.242-244). Nama 'elohim' (Ibrani) sama asal katanya dengan 'elah' (Aram) dan 'ilah' (Arab). (Ibid, h.273)

5 Dalam Diskusi Agustus disebutkan bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa mati yang tidak digunakan sehari-hari, bukankah Ibrani adalah satu-satunya bahasa tertua yang dipakai sehari-hari mulai zaman Musa sampai hari ini di Israel?

Perlu belajar mengerti secara kontekstual dimana dalam Diskusi itu disebut tentang bahasa Ibrani pada masa Yesus hidup. Bahasa Ibrani bukan yang tertua sebab ada bahasa lain bahkan lebih muda dua generasi dari bahasa Aram. Bahasa Ibrani mengambil nama buyut Sem yang bernama Eber, dan rupanya karena terdiri hanya dari huruf mati/konsonan, bahasa ini kurang berkembang dan hanya berkisar pada penggunaannya di Istana dan Bait Allah. Dr. D.C. Mulder dalam bukunya memberi komentar tentang ini:

"Perlu dimengerti bahwa bahasa Ibrani itu tidak merupakan bahasa yang satu dan sama pada segala waktu ... bahasa Ibrani itupun mengalami suatu perkembangan ... dalam bahasa Ibranipun terdapat dialek-dialek ... sifat khusus dari bahasa Ibrani, bahasa itu selalu diancam oleh pangaruh bahasa Aram. Kita sudah melihat bahwa dari permulaannya dalam bahasa Ibrani terdapat unsur-unsur Aram Arab. Terutama di Israel Utara ... pengaruh itu juga merembet ke selatan, ke tanah Yehuda. Waktu orang buangan dari Babel pulang ke tanah suci, maka di sana bahasa Aram sudah umum dipakai ... Sesudah pembuangan, bahasa Ibrani masih dipakai sebagai bahasa kea-gamaan dan bahasa kesusasteraan. Tetapi rakyat jelata sudah tidak lagi paham bahasa Ibrani itu (lih.Neh.8:4,9) ... Di tanah Palestina sendiri bahasa Aramlah yang menjadi bahasa sehari-hari sejak abad ke-IV/III sb.M.; bahasa Ibrani lama kelamaan hanya dipakai sebagai bahasa suci dan bahasa agama." (Pembimbing ke Dalam Perjanjian Lama, BPK, 1970, h.17-18,214).

Dapat dimaklumi mengapa bahasa Ibrani itu tidak dipakai secara umum waktu Yesus hidup, bahkan dua abad sebelumnya Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta/LXX) dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa 'Yunani Koine' (umum) karena bahasa Yunani kala itu menjadi bahasa komunikasi resmi yang digunakan di sekitar Laut Tengah. Memang kemudian bahasa Ibrani mulai dihidupkan setelah pada abad AD-VI ditambahkan huruf-huruf hidup (vokal) sehingga lebih mudah untuk diucapkan dan berkembang menjadi bahasa nasional setelah umat Israel kembali dari diaspora sampai masakini.
S
aat hidup, Yesus dipanggil Yesous Christous dan pengikutnya disebut Christanous. Andaikan ada nama kecil Yesus tentu bukan Yosua Hamasiah (bahasa Ibrani) tetapi suatu panggilan dalam bahasa Aram. Orang Yahudi sekarang sah-sah saja bila menterjemahkan nama itu menjadi Yosua Hamasiah, ini sama sahihnya dengan orang Palestina yang menyebut 'El, Elohim atau Eloah' dengan 'Allah.'

6 Dalam Diskusi Agustus disebutkan bahwa istilah 'El' disejajarkan dengan 'Yahweh'. Ini tidak benar karena El, Elohim & Eloah' adalah bukan nama tetapi gelar, yaitu gelar yang harus disembah, sedang Yahweh adalah nama dari Eloim.

Kembali perlu dipelajari bahasa dan sejarah Ibrani dengan seksama. Semula, 'el' mempunyai pengertian sama dengan 'il, ilu, ilum, eloi, eli, elah, ila, ilah' dll. yang menunjuk pada 'Yang Disembah' sebagai sebutan umum (generic appelative) bahkan ada kesan bahwa 'el' itu semula punya pengertian politheistik. Dalam perkembangan penyembahan itu kemudian 'el' dianggap sebagai 'pencipta/penguasa' atau yang tertinggi dari 'pantheon deretan sesembahan' itu dan mulailah disebut dengan nama diri 'El' yang difinitif (The God, sama halnya ilah menjadi al-ilah/Allah).
Dalam kamus teologi P.L. dari Botterwech (Op.Cit., vol.I, h.253-261), kita dapat melihat bahwa 'El maupun Elohim' dalam Perjanjian Lama bisa menjadi 'nama diri' (proper name) maupun sebagai 'gelar, sebutan atau panggilan umum' (generic appel-ative), dan dengan 'Yahweh' (nama diri) dalam proses penulisan P.L. 'El dan Yahweh' sering dipertukarkan. Dalam sanjak Bileam, El tidak lain adalah 'Yahweh yang membawa umat Israel keluar dari Mesir' (Bil.23:8,19,22-23;24:8,16,23), penggunaan yang sama juga dapat dilihat di (2.Sam.23:5/Maz.89:7-9).
D
alam kitab Ayub, 'El' digunakan sebagai 'nama diri' sebanyak 50 kali sejajar dengan 'Shaddai' sebanyak 12 kali. Mirip dengan ini adalah (Kej.35:1,3;46:3/Bil.12:13). Dalam Maz.43-83 lima belas kali 'El' disebut sebagai nama diri, dan dalam Maz.78 saja 6 kali 'El' disebut sebagai 'nama diri' untuk menyebut Yahweh. Penggunaan 'El' sebagai 'nama diri' dan 'sebutan/panggilan/gelar umum' bersama-sama lebih banyak terjadi pada saat awal sejarah Israel. Tahun-tahun menjelang pembangunan Bait Allah pertama, 'Yahweh' menggantikan 'El' sebagai 'nama diri' dan 'elohim' menggantikan 'el' sebagai nama sebutan/panggilan/gelar. Rupanya dengan meningkatnya kepercayaan akan 'kesucian nama Yahweh yang tidak boleh diucapkan sembarangan' selama pembuangan, sesudah pembuangan penggunaan 'El' sebagai 'nama diri' meningkat kembali (Ibid, h.258-259).

"Luasnya tumpang tindih dalam sifat, julukan antara nama Yahweh dengan El mengesankan bahwa Yahweh berasal dari tokoh El, terpisah dari allah yang lama ketika Israel melepaskan dan membedakan diri dengan konteks awalnya yang politheistik." (Ibid, h.260).

Petunjuk mengenai nama diri 'Yahweh' yang berkembang dari 'El', sekalipun El masih sering dipakai sesudah pembuangan seperti yang dijumpai di kitab Yesaya yang kedua (Yes.40:18; 43:10,12; 45:14), adalah bahwa nama diri 'Yahweh' sebenarnya baru dikenal 'pada masa pengutusan Musa.' Dalam tradisi Pentateuch tertua disebutkan bahwa 'Yahweh adalah Allah Keluaran/Exodus' (Kel.20:2), sebab berfirmanlah Allah:

"Akulah TUHAN, Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah yang Mahakuasa, tetapi dengan namaKu TUHAN Aku belum menyatakan diri." (LAI, Kel.6:1-2. Bandingkan dengan Kej.17:1;28:3;35:11;43:14;48:3;49:25).

Tetapi dalam tradisi Pentateuch yang kemudian nama diri 'Yahweh' digunakan dalam rangka 'Penciptaan' (mulai Kej.2) dan pada zaman Enos disebut bahwa "Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN." (LAI, Kej.4:26). Diduga, nama diri yang digunakan semula adalah 'El' sebelum Musa, tetapi untuk menjadikan 'Yahweh' bukan sebagai 'El' yang eksklusif hanya milik Israel, maka nama diri 'Yahweh' kemudian digunakan untuk mengganti nama diri 'El' mulai Kej.2 agar 'Yahweh juga menjadi Allah manusia' (Enos artinya manusia) bahkan 'Yahweh adalah Allah pencipta Langit dan Bumi.' (Kej.2:4)

DARI pembahasan Diskusi ini kita dapat melihat bahwa soal 'Nama Allah' perlu kita pelajari dengan seksama dalam konteks perkembangan agama, bangsa & bahasa rumpun Semit agar kita tidak sampai terjerat pada kesimpulan yang prematur. Amin!

Herlianto (Yayasan Bina Awam)

Catatan: Menyambut banyaknya sambutan akan forum diskusi/tanya-jawab YBA tentang masalah teologia maupun umum, sejak Januari 1999 terbuka forum diskusi yang dapat diikuti oleh setiap netter. Dari sekian banyak pertanyaan/tanggapan yang masuk, setiap bulan akan dipilih beberapa pertanyaan/tanggapan yang dianggap penting untuk dirilis secara berselang-seling dengan renungan bulan yang sama. Identitas para netter akan ditulis dengan singkatan tiga huruf disusul dengan kota dimana ia berdomisili. Setiap topik diskusi dapat ditanggapi lagi bila belum terasa cukup. Pertanyaan/tanggapan dikirimkan ke alamat YBA

SUMBER WWW.YABINA.ORG  Ruang Tanya Jawab Oktober 1999 


 



Yahweh dan Allah

Siapakah nama Tuhan Kristen? Apakah Yahweh (YHWH) ataukah Allah? Ataukah keduanya? Berikut kembali disajikan diskusi mengenai hal ini menjawab pertanyaan yang masuk sekaligus melengkapi artikel-artikel topik yang sama yang dapat dibaca dalam www.yabina.org. Untuk pembahasan yang lengkap, bacalah buku ‘Siapakah Yang Bernama Allah itu?’ (BPK-GM, 2003, cetakan ke-2).

(Tanya-1) NAMA YAHWEH. Mengapa dalam Alkitab Indonesia (LAI) tidak disebut Nama Sang Pencipta yaitu Yahweh?

(Jawab-1) YAHWEH (YHWH) adalah nama Tuhan yang khas ditujukan kepada Tuhan Israel yang membawa umat keluar dari tanah Mesir (Kel.6:1-2). Dalam Tenakh Yahudi (PL) dalam bahasa Ibrani, Nama Yahweh bukanlah satu-satunya nama diri yang digunakan Tuhan, sebab ada nama lain yang juga digunakan sebagai nama diri yaitu El, Elohim, Eloah, dan juga Adonai, sekalipun keempat ini juga banyak dipakai sebagai nama sebutan. Demikian juga dalam terjemahan PL ke bahasa Yunani yang dikenal sebagai Septuaginta (LXX), para penerjemah 70 tua-tua Israel yang diutus oleh Imam Besar Yahudi Eliezer atas permintaan raja Ptolomeus Philadelphus di Alexandria (Afrika Utara), menerjemahkan nama Yahweh dan Adonai ke dalam bahasa Yunani sebagai ‘Kurios’ dan nama El/Eloah/Elohim sebagai ‘Theos’. Dalam naskah asli Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani, kecuali sebagai ungkapan ‘Halleuya’ (terpujilah Yah, Why.19:1,3,4,6), penggunaan nama Kurios (yang bisa berarti Yahweh/Adonai), dan Theos (yang bisa berarti El/Eloah/Elohim) dalam LXX diikuti. Ini berarti bahwa penggunaan nama terjemahan adalah hasil kesepakatan para penulis/penerjemah yang dipimpin Roh Kudus. Yesus dalam hidupnya tidak menyebut nama Yahweh tetapi dengan nama ‘El’, bahkan di kayu salib Ia memanggil nama Bapa ‘Eli-Eli Lama Sabakhtani’  dalam bahasa Aram.

(T-2) NAMA ALLAH. Mengapa kemudian digunakan nama ‘Allah’ yang adalah nama Tuhannya bangsa Arab? 

(J-2) ALLAH bukanlah nama Tuhannya bangsa Arab namun lebih tepat disebut sebagai nama ‘El’ dalam dialek Arab dalam rumpun bahasa Semitik (jadi bukan terjemahan). Dalam dialek Aram-Siria, nama ‘El’ menjadi ‘alaha/aloho’ yang dipakai dalam Alkitab Siria ‘Peshita.’ Dalam Ensiklopedia Britannica, nama ‘Allah’ disebut sebagai “berasal dari sumber tulisan Semitik dimana nama Tuhan adalah ‘Il’ atau ‘El’. Yang terakhir disebut sebagai sinonim nama Yahweh. Allah adalah nama standar dalam bahasa Arab untuk ‘Tuhan’ yang juga digunakan oleh orang Arab Kristen sebagaimana digunakan oleh Arab Islam” (1999-2000 Britannica.com). Baik orang Arab yang beragama Yahudi & Kristen sudah ada sebelum hadirnya Islam, sudah menggunakan nama ‘Allah’ untuk menyebut ‘El’ Semitik. Saat ini ada 4 versi Alkitab Kristen dalam bahasa Arab dan semuanya menggunakan nama ‘Allah’ untuk menyebut ‘El’ Ibrani maupun ‘Theos’ Yunani. Bangsa Arab sudah masuk ke Indonesia sejak abad-13, jadi sebelum agama Kristen masuk, dan nama ‘Allah’ Arab sudah dimasukan sebagai kosa-kata bahasa Indonesia, maka penggunakan nama ‘Allah’ dalam Alkitab Indonesia adalah sah dan bahkan paling tepat.

(T-3) ALLAH BUKAN TUHAN ISRAEL. Bukankah Allah itu nama Tuhannya Arab dan bukan merupakan Tuhannya Israel?

(J-3) HARUS disadari bahwa bangsa Israel dan bangsa Arab adalah bersaudara. Setidaknya bangsa Arab merupakan keturunan dari empat keluarga Semitik (keturunan Sem), yaitu: (1) keturunan Aram (Kej.10:21-25); (2) keturunan Yoktan; (3) keturunan Ismail (Abraham+Hagar); dan (4) keturunan Keturah (+Abraham). Baik buku-buku Islam maupun Kristen menyimpulkan hal ini. Selain itu sebenarnya bangsa Arab berasal dari campuran bangsa Ibrani juga (keturunan Eber) karena Yoktan adalah anak Eber, dan juga termasuk keturunan Abraham (melalui Ismael dan Keturah). Sebelum ada Islam Tuhan bangsa Arab adalah ‘El’ Semit, Ibrani maupun ‘Tuhan Monotheisme Abraham’, ini dilestarikan oleh kaum Haniff/hunafa. Dalam dialek Arab nama ‘El’ itu mengalami transliterasi menjadi ‘Allah’ (‘al-ilah’ yang dalam bahasa Aram Siria menjadi ‘alaha/aloho’), Jadi ‘Allah’ (dalam bahasa Arab) tidak lain menunjuk kepada ‘El’ bahasa Ibrani/Semitik. Bahwa kemudian ada perbedaan konsep antara ‘El’ Ibrani dan ‘Allah’ Islam, itu terjadi karena perbedaan wahyu yang dipercayai, apalagi ketika terjadi kemerosotan agama Arab masa jahiliah dimana ada orang Arab yang menggunakannya untuk menyebut nama dewa (band.Kel.32, dimana nama Elohim & Yahweh juga ditujukan kepada dewa Anak Lembu Emas). Namun perlu diketahui bahwa konsep ‘Allah’ Arab-Kristen juga berbeda dengan ‘Allah’ Arab-Islam. Demikian juga kita harus menyadari bahwa sekalipun ‘Theos’ Kristen menunjuk oknum yang sama yaitu ‘El’ Yahudi, pada dasarnya ajaran (aqidah) keduanya mengenai nama yang sama itu berbeda juga. Kristen mempercayai ‘El’ Abraham Ishak & Yakub (dan Yahweh Musa), tetapi juga mempercayai Yesus sebagai ‘Allah’ (Yesus menyebut dirinya ‘Ego Eimi’ Yoh.5:58) ini sama dengan pengakuan El dalam Kel.3:14 (Aku adalah Aku, yang dalam Septuaginta ditulis ‘Ego Eimi’ dan Septuagintalah yang dibaca Yesus pada masa Perjanjian Baru).

(T-4) YAHWEH NAMA SATU-SATUNYA. Bukankah Yahweh adalah nama Tuhan satu-satunya (Kel.3:15),

(J-4) BILA kita mempelajari Alkitab dengan benar kita tahu bahwa sebenarnya nama Yahweh dalam Tenakh (PL) Yahudi bukanlah nama satu-satunya, sebab setidaknya ada 5 nama Tuhan Yahudi, yaitu ‘Yahweh’ (yang diterjemahkan LAI sebagai TUHAN), ‘Adonai’ (yang diterjemahkan LAI sebagai Tuhan), dan ‘El/Elohim/Eloah’ (yang diterjemahkan LAI sebagai Allah, kosa kata bahasa Indonesia yang berasal dari dialek Arab rumpun bahasa semitik untuk ‘El’). Dalam kitab Kej.1, nama yang pertama dipakai adalah ‘Elohim’ (baik sebagai nama diri maupun sebutan) dan sampai Kel.6:1-2, juga digunakan nama diri ‘El’. Kita perlu menyadari bahwa nama Yahweh baru diperkenalkan kepada Musa sebagai Tuhan khas bangsa Israel yang melepaskan mereka dari Mesir: “Akulah TUHAN (Yahweh), Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah (El) yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN (Yahweh) Aku belum menyatakan diri” (Kel.6:1-2).

Tetapi mengapa dalam Kel.3:15 sudah disebut nama Tuhan sebagai Yahweh (TUHAN)? Di sini kita harus sadar bahwa Alkitab bukanlah kitab yang didiktekan Tuhan dari surga namun diilhamkan Tuhan dan menyertakan kepribadian manusia. Kebiasan para penyalin Alkitab, adalah bahwa bila ada naskah yang tidak sesuai dengan doktrin mereka, maka naskah tersebut dimusnahkan. Ada masanya dimana ada penyalin yang sangat meninggikan nama ‘Yahweh’ sehingga dalam proses salin menyalin, nama Yahweh yang baru diperkenalkan kepada Musa dalam Kel.6 itu kemudian digunakan untuk mengganti banyak nama ‘El’ sebelumnya, termasuk Kel.3:15, demikian juga agar nama Yahweh tidak terkesan monopoli bangsa Israel, maka nama itu juga digunakan untuk menyebut keturunan umat manusia (Enos yang artinya manusia, Kej.4:26), dan lebih lanjut, nama itu digunakan sebagai aktor penciptaan pada awal kejadian langit dan bumi (Kej.2:4). Selanjutnya, sekalipun nama Yahweh sudah diperkenalkan kepada Musa, dalam kitab-kitab sesudah itu nama ‘El’ masih sering digunakan sebagai nama diri Tuhan (Mzm.43-83;Yes.40:18;43:10-12;45:14) dan ‘Adonai’ juga sebagai nama diri Tuhan (Yes.6:1,8;Mi.4:13;Za.4:14;6:5).

(T-5) YAHWEH DIGANTI ALLAH. Mengapa Yahweh diganti dengan Allah? (Mzm.140:8;Yes.40:10;Yer.4:10;Yeh.4:14). Bukankah kita tidak boleh menyebut nama alah lain? (Kel.23:13). Yesus memuliakan nama itu (Yoh.17:26) dan mengatakan Yahweh itu elohim (Mrk.12:29).

(J-5) SETELAH kita sadar bahwa ‘Yahweh’ adalah sinonim ‘El’ maka penggantian El dengan Yahweh atau sebaliknya bukan masalah, demikian pula penggantian ‘Yahweh’ dengan ‘Allah’ (yang adalah dialek Arab dari bahasa Semitik/Ibrani ‘El’). Kita melihat bahwa dalam proses penyalinan Tenakh Yahudi, nama El dalam bagian sebelum Kel.6 banyak yang diganti dengan nama ‘Yahweh.’ Dalam banyak bagian lain El sebagai nama diri diidentikkan dengan nama diri Yahweh (Kej.35:1,3;Bil.12:13;Yes.40:18;43:10-12;45:14;Yeh.28:2). Bandingkan ‘El’ sebagai nama diri Tuhan (El Elohe Yisrael, Kej.33:20;46:3;17:1) dengan ‘Yahweh’ (Yahweh Elohe Yisrael, Kel.32:20;Yos.8:30). Sebenarnya Kel.3:15 yang menyebut Yahweh (TUHAN) sebagai nama dan sebutan satu-satunya mulanya adalah ‘El’ (shaddai) dan kalau Kel.23:13 disebut tidak boleh memanggil nama alah lain (tentu maksudnya selain ‘El’ dan ‘Yahweh’), tentu maksudnya bukan nama sebagai deretan huruf namun nama sebagai penunjuk identitas. Pada waktu penerjemahan ke dalam bahasa Yunani Septuaginta, Yahweh/Adonai diterjemahkan ‘Kurios’ dan El/Elohim/Eloah diganti ‘Theos’, Imam Besar Eliezer dan Yesus (karena pada masanya PL yang digunakan adalah LXX) tidak keberatan dan bahkan menggunakan nama terjemahan itu, dan di kayu salib Yesus memanggil ‘El’ bukan ‘Yahweh’. Maka tentu maksud ayat kel.23:13 itu bila kita menyebut suatu nama ilah yang secara ajaran berbeda dengan ajaran Alkitab, namun baik nama ‘Kurios’ maupun ‘Theos’ dalam bahasa Yunani bisa diterima bila hal itu menunjuk pada oknum ‘El/Yahweh’ Tenakh dan ajarannya sama. Demikian juga dalam Yoh.17:26, tentu yang dimaksudkan dengan ‘nama Bapa’ adalah ‘El’ itu! Dan, Mrk.12:29, dalam bahasa aslinya adalah ‘Kurios ho Theos’. Sekalipun ayat ini mengacu pada Ul.6:4 dimana menunjuk pada ‘Yahweh Elohenu’, namun Tuhan Yesus tidak membacanya dari Alkitab Ibrani tetapi terjemahan Yunani Septuaginta, yaitu ‘Kurios ho Theos’!

Tetapi mengapa ada penggantian nama yang seharusnya ‘Kurios’ (Yahweh/Adonai) diganti ‘Theos’ (El/Elohim/Eloah)? Menarik mengamati bahwa dalam terjemahan Septuaginta ada kata ‘Yahweh’ Tenakh yang diganti ‘Theos’ (Yes.54:13, LAI menerjemahkan dengan TUHAN). Karena penulis PB mendasari tulisan dari LXX, Yoh.6:45 mengutipnya sebagai ‘Theos’ (diterjemahkan LAI sebagai ‘Allah’), ini bisa terjadi karena Yesuspun menggunakan LXX (Luk.4:16-20) dan tidak menolak penggunaan ‘Theos’ dalam Yes.54:13 LXX. Ayat-ayat yang disebutkan dalam pertanyaan diatas adalah kasus khusus, dimana bila ada pengulangan nama Tuhan, yaitu ‘Adonai Yahweh’ atau ‘Yah Yahweh’ (ada kira-kira 300 kasus demikian dalam PL dan duapertiganya ada dalam kitab Yehezkiel), maka untuk tidak mengadakan ulangan nama ‘Tuhan TUHAN’ atau ‘TUHAN TUHAN” maka diterjemahkan ‘Tuhan ALLAH’ atau ‘TUHAN ALLAH’ (Yes.12:2). Bila kita menyadari bahwa ‘El’ adalah sinonim ‘Yahweh’ maka penerjemahan demikian tidaklah salah. Namun bila sudah ada fobia akan kata Allah (yang dianggap nama dewa Arab, seperti yang dikemukakan Bet Yeshua Hamasiah/BYH) maka ini persoalan fanatisme ‘Yudaisme.’ Menarik mengamati bahwa sekalipun BYH sangat fobi nama ‘Allah’, dalam ‘Kitab Suci Torat dan Injil’ (Kitab Suci 2000) yang diterbitkannya, Yoh.6:45, juga diterjemahkan sebagai ‘Eloim’, ini menunjukkan bahwa BYH juga mengganti nama Yahweh menjadi ‘Eloim’ (lihat juga KS-2000: Luk.1:58), juga Yahweh diterjemahkan Tuhan (Luk.4:18;Kis.3:22 band. Ul.8:15).

(T-6) NAMA YAHWEH DALAM ALKITAB. Dalam Alkitab nama Yahweh muncul 6.973 kali, dan nama itu harus dikuduskan (Mat.6:9). Namun mengapa nama itu disingkiran dalam Alkitab? (Traktat ‘Siapakah namaNya?’)

(J-6) ANGGAPAN bahwa nama Yahweh muncul 6.973 kali dalam Alkitab, menunjukkan dengan jelas adanya pengaruh aliran Saksi-Saksi Yehuwa ke dalam pemikiran para pengikut ‘Asal Bukan Allah’ (lihat: Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru, h.2024). Perlu disadari bahwa dalam apa yang dikatakan sebagai ‘memulihkan nama Yahweh’ oleh SSY terdapat manipulasi eisegetis, yaitu memasukkan kepercayaan SSY ke dalam terjemahan Alkitab. Dalam PL banyak istilah Adonai diganti Yahweh, bahkan dalam kitab Kej.18, dimana nama ‘Adonai’ pertama kali muncul, yang dalam bahasa asli Ibraninya memuat 10 nama ‘YHWH’ (ayat:1,13,14,17,19,19,20,22,26,33) dan 5 nama ‘Adonai’ (ayat:3,27,30,31,32), seluruhnya oleh SSY diterjemahkan sebagai ‘Yehuwa’. Dalam hal ini Alkitab LAI lebih jujur dengan menerjemahkan 10 menjadi TUHAN (ayat:1,13,14,17,19,19,20,22,26,33) dan 4 sebagai ‘Tuhan’ (ayat: 27,30,31,32), dan 1 sebagai ‘Tuan’ (ayat:3). Dari jumlah di atas, SSY menyebut ada 237 nama dalam Perjanjian Baru. Dalam kasus PB ini manipulasi eisegetis ini lebih parah lagi, sebab selain yang diterjemahkan sebagai Yahweh, semua nama Kurios (yang bisa YHWH/Adonai dalam konteks Septuaginta) yang ditujukan kepada Bapa diterjemahkan sebagai ‘Yehuwa’, namun kalau kata yang sama ditujukan kepada Yesus, maka diterjemahkan sebagai ‘Tuan’ (SSY tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan, padahal baik YHWH maupun Yesus sama-sama mengaku sebagai ‘Ego Eimi’ dalam Kel.3:14 dan Yoh.5:58. Dalam LXX Kel.3:14, diterjemahkan ‘Ego Eimi’ dan LXX-lah yang dibaca oleh Yesus). Dalam ‘Kitab Suci Torat dan Injil’ terbitan Bet Yeshua Hamasiah, hampir dua pertiga dari jumlah 237 itu diterjemahkan sebagai ‘Yahwe’, ini berarti bahwa BYH juga ikut memanipulasi terjemahan, karena fakta kebenaran dalam naskah asli PB kecuali dalam Why.19, sama sekali tidak ada kata Yahweh! Yang ada adalah nama ‘Kurios’ yang bisa ditujukan ‘YHWH’ (TUHAN) bisa ‘Adonai’ (Tuhan/Tuan).

(T-7) PB BAHASA IBRANI. Bukankah dalam masa PB, Yesus dan umat Kristen menggunakan bahasa Ibrani, maka mengapa tidak digunakan saja bahasa asli Ibraninya, dan masak Tuhan Yesus yang adalah orang Yahudi asli yang mempunyai bahasa Ibrani dan tinggal di Israel, lahir, hidup, mati dan bangkit serta naik ke Surga dari tanah Israel  dikatakan berbahasa Yunani dan Aram?

(J-7) PERLU disadari bahwa pada masa Perjanjian Baru tidak digunakan bahasa Ibrani, sebab waktu itu bahasa Ibrani hanya terdiri huruf mati (konsonan) yang sulit dieja sehingga hanya digunakan sebagai tulisan suci di Bait Allah, karena itu umat Yahudi dan Kristen menggunakan terjemahan Yunani Septuaginta (PL). Kalau ada terjemahan LAI yang berbunyi ‘bahasa Ibrani’ itu tidak dimaksudkan sebagai bahasa Ibrani tetapi ‘bahasa Aram’ yang umum dipakai di Palestina kala itu. Kata Yunaninya adalah ‘hebraisti’ (Yoh.19:20) yang artinya ‘lidah Ibrani’ atau ‘hebraidi dialekto’ (Kis.21:40-22:2;26:14) yang artinya ‘dialek Ibrani.’ Ini lebih jelas ketika terjemahan ‘bahasa Ibrani’ itu dikaitkan dengan nama-nama Aram seperti ‘Betesda’ (Yoh.5:2); ‘Rabuni’ (Yoh.20:16);’Apolion’ (Why.16:16); dan ‘Harmagedon’ (Why.16:16). Perlu disadari bahwa di atas kayu salib Yesus tidak berkata dalam bahasa Ibrani namun bahasa Aram yang memang mirip bahasa Ibrani.

Perlu disadari bahwa bahasa Ibrani bukanlah bahasa surgawi yang tetap eksis dari kekal sampai kekal. Bahasa ini mengikuti proses jatuh bangun, ada kalanya sebagai bahasa mati (tidak digunakan sebagai bahasa percakapan, hanya sebagai bahasa tulisan suci) dan ada kalanya digunakan sebagai bahasa hidup seperti digunakan dalam bahasa Ibrani modern dalam dua abad terakhir. Dengan melepaskan diri dari fanatisme mengidolakan bahasa Ibrani sebagai bahasa ilahi, kita harus menyadari fakta sejarah bahwa bahasa ‘Ibrani Kuno’ berkembang dari percampuran bahasa Kanaan dan Amorit (dalam Yes.19:18 disebut bahasa Kanaan). Bentuk bahasa Ibrani tulisan mulai berkembang pada abad-11sM dan menggunakan bentuk huruf Kanaan kuno, ini digunakan sebagai bahasa ‘Ibrani Kitab Suci’ pada abad-6sM yang dipengaruhi bahasa asing terutama Aram (Pada masa Ezra, umat sudah tidak mengerti bahasa Ibrani sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Aram, Neh.8:2-9. Sebagian kitab Ezra ditulis dalam bahasa Aram), dan dalam periode ini penulisan Tenakh Yahudi diselesaikan. Dari abad-2M bahasa ini berkembang sebagai ‘Ibrani Mishnah’ yang membakukan bahasa Ibrani tulisan yang berkembang sejak 200sM namun bahasa ini berbeda dengan bahasa Ibrani Kitab Suci dan dipengaruhi bahasa Aram, Latin dan Yunani, itulah sebabnya pada abad-3sM Tenakh Yahudi diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani di tengah penduduk Palestina yang kala itu berbicara dalam bahasa Aram dan Yunani (Bahasa Ibrani hanya dipakai para imam untuk tulisan suci di Bat Allah). Pada abad-6M berkembang ‘Ibrani para Rabi’ yang banyak dipengaruhi bahasa Arab yang masih berciri bahasa tulisan, namun tanda-tanda vokal huruf Ibrani mulai diperkenalkan. Pada abad-7M Palestina dikuasai oleh bangsa Arab terus sampai tahun 1917. Sejak abad-19M, sejalan dengan bangunnya Zionisme, bahasa Ibrani baru mengalami kebangunan sebagai bahasa ‘Ibrani Modern’ yang digunakan sebagai bahasa hidup untuk percakapan dan berkembang sebagai bahasa nasional.

Karena itu, bila Imam Besar Eliezer menerima terjemahan Yunani Septuaginta termasuk terjemahan nama Yahweh/Adonai dan El/Elohim/Eloah menjadi Kurios dan Theos, dan kalau Tuhan Yesus sendiri tidak berbahasa Ibrani melainkan berbahasa Aram dan Yunani dan menggunakan Alkitab (PL) terjemahan LXX dan menyebut nama Tuhannya dengan ‘Kurios/Theos’ dan di kayu salib dengan nama ‘El’ dan tidak pernah dengan nama Yahweh, demikian juga dalam PB tidak ada nama Yahweh (kecuali terselip dalam seruan ‘Haleluya’, Why.19). Maka, bila pada masa kini ada umat Kristen yang ingin kembali mengganti semua terjemahan nama dengan bahasa Ibrani, ini lebih menunjukkan buah-buah fanatisme Yudaisme dan anti-Arabisme, yang kurang mengerti sejarah naskah Alkitab, dan bukanlah kebenaran yang Alkitabiah.

 

SUMBER WWW.YABINA.ORG   Ruang Tanya Jawab - April 2003 


Tradisi Budaya leluhur

Pada bulan Februari tahun 2002, untuk pertama kalinya hari raya IMLEK dirayakan secara besar-besaran dan bahkan pemerintahan Presiden Megawati telah menjadikan hari raya Imlek sebagai ‘hari libur nasional.’ Saat ini orang mulai kembali ramai merayakan tahun KUDA sebagai bagian dari kecenderungan manusia untuk kembali menghargai tradisi budaya leluhur, dan orang mulai kembali membangun rumah-rumah mereka dengan pertimbangan FENGSHUI. Sampai dimanakah tradisi budaya leluhur terutama hari raya Imlek dapat diikuti oleh umat Kristen?

(Tanggapan-1) TRADISI BUDAYA LELUHUR. Menghadapi tradisi budaya leluhur yang kembali lagi diminati orang modern, bagaimanakah kita harus menghadapi tradisi budaya demikian?

(Jawaban-1) SEBENARNYA kebudayaan itu pada dasarnya bersifat netral, dalam arti sebagai tugas manusia dalam ‘mengerjakan kemungkinan-kemungkinan dalam alam semesta’. Kebudayaan adalah hasil manusia karena di dalamnya manusia menyatakan dirinya sebagai manusia, mengembangkan keadaannya sebagai manusia, dan memperkenalkan dirinya sebagai manusia. Dalam kebudayaan, bertindaklah manusia sebagai pribadi dihadapan alam, namun membedakan dirinya dari alam dan menundukkan alam bagi dirinya sendiri. Yang menjadi masalah adalah bahwa kebudayaan tidak selalu berjalan dengan benar bagi umat beragama, karena kebudayaan adalah hasil usaha manusia sedangkan agama khususnya agama wahyu Kristen berasal dari penyataan yang suci yaitu Tuhan Allah.

(T-2) ALKITAB DAN KEBUDAYAAN. Bagaimanakah pandangan Alkitab mengenai kebudayaan?

(J-2) KEBUDAYAAN menurut Alkitab dapat dilihat dari beberapa aspeknya, yaitu: (1) Allah memberikan manusia ‘tugas kebudayaan’ karena pada dasarnya ‘manusia memiliki gambar seorang pencipta’ (Kej.1:26-27) dan manusia diberi TUGAS agar ‘menaklukkan dan memerintah bumi’ (Kej.1:28). Jadi, manusia menerima suatu mandat dari Allah dan mandat itu adalah MANDAT kebudayaan. Lebih jelas lagi disebutkan bahwa: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Kej.2:15); (2) Sesuai Mazmur 150 kita dapat melihat bahwa TUJUAN kebudayaan yang utama adalah untuk ‘memuliakan dan mengasihi Allah, dan agar kebudayaan itu digunakan untuk melayani dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.’

(T-3) DOSA DAN KEBUDAYAAN. Bila Alkitab berbicara begitu positif mengenai kebudayaan, mengapa kebudayaan menjadi suatu yang dipersoalkan? Apa yang menyebabkannya?

(J-3) PENYIMPANGAN kebudayaan terjadi misalnya dalam peristiwa ‘Menara Babel’ dimana tujuan kebudayaan menyimpang diarahkan untuk penyembahan berhala dan kebanggaan diri/kelompok (Kej.11). Tema dosa yang merusak tujuan kebudayaan adalah ‘ingin  menjadi seperti Allah’ (Kej.3:5) dan ‘mencari nama’ (Kej.11:4). Jadi dosa telah menyimpangkan kebudayaan sehingga berpotensi  bukan saja untuk tidak memuliakan penciptanya, sebaliknya malah digunakan untuk alat meninggikan diri dan menantang Allah. Memang tidak mudah untuk melihat kuasa dosa itu kelihatan di dalam kebudayaan, kadang-kadang terlihat dari ‘hasil’ kebudayaan seperti patung lalu disembah, musik digunakan untuk memuliakan manusia & dosa dan menyembah dewa-dewi, dan filsafatpun dapat digunakan tidak sesuai dengan firman Allah (Kol.2:8). Kadang-kadang kuasa dosa terlihat dari ‘cara menggunakan’ hasil kebudayaan itu. Rekayasa genetika dengan kloningnya menghadapi bahaya kearah ini, demikian juga penyalah gunaan senjata nuklir. Film & Sinema dengan jelas menunjukkan betapa hasil kebudayaan telah dikuasai dosa pornografi, sadisme dan okultisme tanpa bisa dibendung. Sesuatu yang mendukacitakan Allah pencipta manusia dan kemanusiaan. Yesus berfirman: “Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang kepada adat-istiadat manusia.” (Mrk.6:8)

(T-4) IMAN KRISTEN DAN KEBUDAYAAN. Kalau begitu, bagaimana sikap sebaiknya seorang beriman Kristen menghadapi kebudayaan?

(J-4) SIKAP umat Kristen menghadapi kebudayaan dapat digolongkan ke dalam lima macam, yaitu:

(1)   Antagonistis, yaitu sikap menentang dan menolak, atau sikap negatif terhadap semua hasil dan penggunaan kebudayaan, sikap ini melihat pertentangan iman dan kebudayaan yang tidak terdamaikan antara iman Kristen dan kebudayaan dalam segala aspeknya;

(2)   Akomodasi, adalah sikap yang sebaliknya dari antagonistis yaitu menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada. Agama kristen dikorbankan demi kepentingan kebudayaan yang ada. Akomodasi demikian sering kita lihat dalam hubungan dengan agama-agama animis dan adat istiadat sehingga terjadi sinkretisme yang berbahaya. Sikap demikian terlihat misalnya dalam usaha untuk menganggap bahwa ‘semua agama itu sama saja’ atau yang belakangan ini lebih dikenal sebagai ‘semua agama menuju yang SATU’ (inklusivisme);

(3)   Dominasi, biasa dilakukan dalam gereja RK dimana sesuai teologia Thomas Aquinas yang menganggap bahwa ‘sekalipin manusia dalam dosa telah merosot citra ilahinya karena kejatuhan dalam dosa’, pada dasarnya manusia tidak jatuh total, melainkan masih memiliki kehendak bebas yang mandiri. Itulah sebabnya dalam menghadapi kebudayaan kafir sekalipun, umat bisa melakukan akomodasi secara penuh dan menjadikan kebudayaan kafir itu menjadi bagian iman, namun kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan oleh sakramen yang menjadi alat anugerah ilahi;

(4)   Dualisme, sikap ini mendua yang memisahkan agama dan budaya secara dikotomis.  Pada satu pihak terdapatlah dalam kehidupan manusia beriman kepercayaan kepada pekerjaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, namun manusia yang sama tetap berdiri di dalam kebudayaan kafir dan hidup di dalamnya. Peran penebusan Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia yang berdosa dan mengubahnya menjadi kehidupan dalam iman tidak ada artinya dalam menghadapi kebudayaan. Manusia beriman hidup dalam kedua suasana atau lapangan baik agama maupun kebudayaan secara bersama-sama;

(5)   Pengudusan, adalah yang tidak menolak secara total (antagonistis) namun juga tidak menerima secara total (akomodasi), tetapi dengan sikap keyakinan yang teguh bahwa kejatuhan manusia dalam dosa tidak menghilangkan kasih Allah atas manusia melainkan menawarkan pengampunan dan kesembuhan bagi manusia untuk memulai suatu kehidupan yang lebih baik dengan mengalami transformasi kehidupan etika dan moral. Manusia melakukan dan menerima hasil kebudayaan selama hasil-hasil itu memuliakan Allah, tidak menyembah berhala, dan mengasihi sesama dan kemanusiaan. Sebaliknya, bila kebudayaan itu memenuhi salah satu atau malah ketiga sikap budaya yang salah itu, umat beriman harus menggunakan firman Tuhan untuk mengkuduskan kebudayaan itu sehingga terjadi transformasi budaya ke arah ‘memuliakan Allah’, ‘tidak menyembah berhala’, dan ‘mengasihi manusia dan kemanusiaan.’

Kelihatannya Alkitab lebih condong untuk mengajarkan umat Kristen agar melakukan sikap ‘Pengudusan’ sebagai kesaksian iman Kristiani dalam kehidupan berbudaya. Rasul Paulus memberikan peringatan agar: “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.” (Kol.2:8).

(T-5) MERAYAKAN IMLEK. Sebagai umat Kristen yang telah mengenal Yesus Kristus namun beretnis Cina/Tionghoa, apakah kita dapat ikut merayakan Imlek?

(J-5) KITA mengetahui bahwa ada dua aspek budaya dalam perayaan Imlek, yaitu pertama sebagai ‘budaya sosial’ dan kedua sebagai ‘budaya religi’. Sebagai budaya sosial, kita melihat Imlek dirayakan sebagai tahun baru menyambut musim semi dan mulai menanam padi dalam konteks kehidupan sosial masyarakat agraris dimana diadakan perayaan bersama yang dihadiri segenap keluarga maupun bangsa. Dalam hal ini tentu tidak salahnya kalau seorang beriman ikut serta merayakan Imlek bersama keluarganya. Namun, Imlek juga memiliki aspek ‘budaya religi’ dimana perayaan itu sudah dicampuri dengan penyembahan dewa-dewi dengan meja sembahyang, dan juga ritus pengorbanan animisme (sam seng). Imlek biasa dirayakan secara religi di Kelenteng maupun Vihara. Dalam perayaan Imlek yang bersifat religi ini, wanita dilarang ikut serta dan hanya bisa diikuti oleh kaum laki-laki sebagai konsekwensi keyakinan supremasi unsur ‘Yang’ atas unsur ‘Yin’. Di sini kita melihat bahwa Imlek religi ini digunakan untuk menyembah dewa-dewi (dan bukan Allah) dan jelas merupakan penyembahan berhala. Lagian, perayaan Imlek religi ini juga melecehkan kemanusiaan dimana kaum wanita direndahkan. Karena itu jelas, seseorang beriman dapat ikut merayakan Imlek selama sifatnya perayaan sosial-budaya dan kesempatan Imlek budaya sosial ini dapat digunakan sebagai kesempatan untuk menyaksikan iman Kristen di hadapan keluarga, namun bila itu sudah menyangkut budaya religi, sepatutnyalah umat Kristen tidak terlibat di dalamnya agar tidak mendukakan Tuhan Allah.

(T-6) MENGUNDANG BARONGSAI? Sebagai keluarga Kristen atau gereja Tionghoa, dapatkah kita mengundang ‘Barongsai’ ke rumah atau ke gereja sebagai warisan budaya silat?

(J-6) BARONGSAI adalah permainan magis karena wajah Barongsai merupakan magisasi bentuk binatang ‘singa’ atau ‘kilin’ dan dimainkan oleh para ahli silat yang mempelajari mistik dan magis (pengolahan tenaga batin chi). Barongsai biasa disimpan di kelenteng atau vihara dan disembayangi dengan dupa/hio, dan sebelum bermain, para pemainnya berdoa tao/buddhis untuk mohon berkat. Selanjutnya, barongsai digunakan untuk mengusir roh-roh jahat (menurut mereka) yang ada di kamar-kamar rumah atau gedung. Kita perlu memikirkan dengan serius bahwa baik rumah umat Kristen terlebih gereja Kristen adalah rumah roh Kudus, karena itu dengan mendatangkan barongsai, pertanyaan yang perlu diajukan adalah: “roh apa yang mengusir roh apa?”

Semoga diskusi/tanya jawab bulan ini memberikan kejelasan mengenai nisbah antara tradisi budaya dan iman Kristen.

Salam kasih dari Herlianto/YBA

SUMBER WWW.YABINA.ORG Ruang Tanya Jawab - Februari 2002 

 




allah islam = allah kristen ?

Saudara/i ykk,

Banyak pertanyaan diajukan mengenai 'Apakah Allah Islam sama dengan Allah Kristen?' dan argumentasi yang banyak dikemukakan adalah bahwa 'Allah Islam tidak sama dengan Allah Kristen' alasannya 'Karena ajaran keduanya berbeda!'. Pandangan ini tercermin dalam buku Dr. Robert Morey yang beredar bahkan dianut belakangan ini di kalangan tertentu di Indonesia:

"Islam claims that Allah is the same God who was revealed in the Bible. This logically implies in the positive sense that the concept of God set forth in the Quran will correspond in all points to the concept of God found in the Bible. This also implies in the negative sense that if the Bible and the Quran have differing views of God, then Islam's claim is false." (Islamic Invasion, Harvest House Publishers, 1992, h.57).

Definisi Morley ini memiliki kelemahan dasar berfikir yang fatal yang menganggap masalah-masalah teologi (ilmu sosial) bersifat eksakta dan mencampur adukkan pengertian soal 'identitas' dan 'opini' (meta basis). Dari dasar berfikir atau asumsi ini, maka dihasilkan kesimpulan bahwa (1) Bila Allah Islam adalah Tuhan Kristen, maka secara positif konsep keduanya mengenai Tuhan harusnya sama dalam setiap butirnya, sebaliknya secara negatif disebut bahwa (2) Bila Al-Quran dan Alkitab memiliki pandangan berbeda mengenai Tuhan, maka klaim Islam adalah salah.

Pandangan yang terlalu sederhana ini dengan mudah bisa digugurkan bila kita mengambil contoh soal 'Suharto' mantan presiden ORBA. Menurut definisi Morley, bila Suharto yang dimaksudkan oleh para pengikut ORBA sama dengan Suharto yang di demo mahasiswa, maka konsep keduanya mengenai Suharto akan sama dalam setiap butirnya. Faktanya sekalipun Suhartonya sama konsep keduanya berbeda. Bagi para pengikut ORBA, Suharto adalah bapak pembangunan yang membawa kesejahteraan dan mendatangkan kesatuan dan keamanan regional, padahal Suharto yang sama itu oleh para mahasiswa dianggap sebagai bapak pembangkrutan yang membawa kemiskinan karena KKN dan tiran yang membawa bangsa Indonesia kepada disintegrasi bangsa.

Mengapa berbeda? Dan kalau berbeda apakah klaim mahasiswa mengenai Suharto salah? Di sini kita berhubungan dengan dua soal yang tidak bisa dicampur adukkan satu dengan lainnya, yaitu bahwa Suharto sebagai pribadi (oknum) dengan namanya dan konsep orang (ajaran atau aqidah) mengenai oknum yang sama itu.

Soal yang sama terjadi dalam hubungan dengan pertanyaan mengenai apakah 'Allah Islam sama dengan Tuhan Kristen?'. Jawabannya perlu kita lihat dari Kitab Suci Islam (Al-Quran) maupun Kristen (Al-Kitab), dan juga sejarah bangsa dan bahasa Semit.

EL SEMIT
Faktanya, bila kita membandingkan agama Yahudi (Alkitab Perjanjian Lama), Kristen (Alkitab Perjanjian Lama dan Baru), dan Islam (Al-Quran), kita dapat melihat bahwa ada butir-butir yang sama, namun banyak butir-butir lainnya yang tidak sama (jadi bukan semua sama atau semua tidak sama).

Bila kita melihat Alkitab PL, kita dapat mengetahui bahwa nama Tuhan 'El/Elohim' adalah pencipta langit dan bumi, manusia dan segala isinya. Dan ia juga Tuhan yang menyatakan dirinya kepada Adam, Nuh, Abraham, Ishak, dan Yakub. Agama Yahudi, Kristen dan Islam mempercayai itu semua, namun mereka berbeda dalam kepercayaan akan wahyu mana yang dari El yang sama itu yang dipercayai. Agama Yahudi mempercayai wahyu yang dibukukan menjadi Alkitab Perjanjian Lama, namun sekalipun agama Kristen menerima hal ini, agama Kristen juga mengakui penggenapan dalam Tuhan Yesus Kristus yang wahyunya dibukukan dalam Perjanjian Baru padahal Yahudi menolak.

"Katakanlah: Kami telah beriman kepada Allah dan (kitab) yang diturunkan kepada kami dan apa-apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Y'qub dan anak-anaknya, (begitu juga kepada kitab) yang diturunkan kepada Musa dan 'Isa, dan apa-apa yang diturunkan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka, tiadalah kami perbedakan seorang juga di antara mereka itu dan kami patuh kepada Allah" (Al-Quran, Al-Baqarah, 2:136, Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim).

Agama Islam, sekalipun menerima kitab yang diterima Ibrahim, Ishak, Yakub dan Isa, namun lebih menerima kitab wahyu yang diterima Muhammad dari jalur Ismael, dan menerima kitab-kitab Ibrahim, Ishak, Yakub dan Isa sejauh diterima oleh Muhammad yang dipercayai sebagai nabi, dan sekalipun menerima kitab-kitab Yahudi dan Kristen, namun karena dianggap telah dipalsukan, maka kepercayaan kepada berita Al-Kitab terbatas hanya bila hal itu dikuatkan dalam Al-Quran.

Jadi, dari terang Alkitab (PL+PB) dan Al-Quran jelas terlihat bahwa sebagai oknum dengan namanya, Allah Islam adalah Tuhan Yahudi dan Kristen. Namun karena wahyu yang dipercayai berbeda, dengan sendirinya banyak pengajaran (aqidah)nya yang berbeda.

Agama Yahudi, kepercayaannya hanya bergantung kepada Perjanjian Lama, akibatnya mereka memandang Tuhan 'El' (yang sejak Musa diberi nama juga sebagai 'Yahweh' (Kel.6:1-2)) sebagai Tuhan monotheisme yang transenden dengan hukum Taurat sebagai pedoman, namun agama Kristen berbeda dan menerima kenyataan bahwa El Abraham itu juga telah menyatakan diri dalam oknum Yesus dalam ke-Tritunggalannya, dan hukum kasih/Injil menjadi pedomannya.

Islam mengikuti jalur Abraham mempercayai Tuhan 'El' itu yang dalam dialek Arab disebut 'Allah' (dari al-ilah). Dalam bahasa Ibrani kata sandang 'the' ('al' dalam dialek Arab dan 'ha' dalam dialek Aram-Siria namun diletakkan di belakang menjadi 'alaha') tidak digunakan bila menyebut Tuhan.

Dari sejarah kita mengetahui bahwa sejak awalnya 'El' bisa memiliki arti umum sebagai sebutan untuk 'Tuhan/Ketuhanan' dan 'Elohim' sering digunakan dalam arti kata jamak (politheistik) dan dipakai oleh suku-suku keturunan Sem (menjadi rumpun Semit) dan karena perkembangan zaman sering merosot sehingga dimengerti dalam berbagai-bagai ajaran aqidah, namun 'El/Il' juga digunakan untuk menyebut 'nama diri' Tuhan.

"'Ilu, El' sebagai sebutan untuk ketuhanan. Istilah 'il mempunyai arti sebutan umum (generic appelative) untuk menunjuk pada 'tuhan' atau 'ketuhanan' pada tahap awal semua cabang utama rumpun bahasa Semit. Ini terlihat jelas di Semit Timur, Akadian kuno (ilu) dan dialek-dialek sesaudara dimulai zaman pra-Sargon (sebelum 2360 BC) dan berlanjut sampai akhir masa Babil. Penggunaan sebagai sebutan juga muncul di Semit Barat Laut, di Amrit ('ilu, 'ilum, 'ila), di Ugarit, di Ibrani, dan umum di dialek-dialek Arab Selatan kuno, di Arab Utara digantikan dengan nama 'ilah. 'Ilu, El juga digunakan sebagai Nama Diri (proper name). … Di Semit Timur ada bukti kuno yang menunjukkan bahwa 'Il' adalah nama diri tuhan … tuhan Il (kemudian El Semit) adalah kepala ketuhanan pada rumpun Semit Mesopotamia pada masa Pra-Sargon." (G. Johanes Botterwech, Theological Dictionary of the Old Testament, Vol.I, 242-244).

Dari sejarah ini kita dapat melihat bahwa 'Allah' di kalangan bangsa dan bahasa Arab tidak lain menunjuk pada 'El' Semit' yang sama, ini dijelaskan dalam buku-buku teologi Kristen maupun Ensiklopedia Islam bahwa setidaknya bangsa Arab mewarisi tiga jalur nenek moyang yang semuanya mengenal 'El Abraham' yaitu sebagai keturunan Sem, Yoktan (keturunan Eber), dan Adnan (keturunan Ismael anak Abraham).

Bahwa ajaran/konsep mengenai 'Allah' (El) itu kemudian merosot dan makin tidak mendekati hakekat yang di'nama'kan dan ditujukan kepada pribadi lain seperti yang terjadi pada jalur Ishak (Kel.32, Anak Lembu Emas disebut 'Elohim' dan 'Yahweh') maupun jalur Ismael (masa jahiliah, dewa berhala disebut 'Allah'), tentu tidak mengurangi hakekat nama itu sendiri sebagai menunjuk kepada 'El' semitik dan monotheisme Abraham. Namun, sekalipun diyakini bahwa 'Allah' Yahudi, Kristen dan Islam sama, tentu tidak disimpulkan bahwa Tuhan Semua Agama sama. Dalam pengertian 'Universalisme' (pluralisme agama) disebutkan bahwa semua agama itu menyembah Tuhan yang sama (universal) namun melalui jalan-jalan yang berbeda (partikular).

Kita harus menyadari bahwa setidaknya ada 4 golongan agama, yaitu (1) 'Theisme' - Tuhan yang berpribadi (Yahudi, Kristen, Islam), (2) 'Monisme' - Tuhan kekuatan semesta (Hindu-Upanishad, Tao dan Kebatinan), (3) Non-Theis - Tuhan yang 'non-exist' (Buddhisme), dan (4) Demonisme - Tuhan Okultis (satanisme). Bisa juga dimasukkan 'politheisme' (Hindu-Veda) sebagai golongan ke-5.

Sudah jelas ke-empat (atau ke-lima) bentuk Tuhan itu tidak sama, namun harus diakui bahwa Tuhan 'Theisme' (Yahudi, Kristen, Islam) adalah Tuhan Semitik agama samawi yang berpribadi, berfirman dan menurunkan wahyu kepada umatnya, jadi sekalipun kita menyebut Tuhan Theisme Yahudi, Kristen dan Islam menunjuk pada oknum yang sama namun sekalipun ada yang sama juga ada yang berbeda ajaran/aqidahnya, sedang Tuhan Theisme, Monisme, Non-Theisme, dan Demonisme jelas berbeda baik sebagai nama oknum maupun ajaran/aqidahnya.

Tetapi bagaimana dengan definisi yang dicantumkan dalam kamus-kamus dalam bahasa Inggeris? Disana disebutkan bahwa "Allah … Muslim's name for God" (a.l. Oxford Dictionary & Grollier Ensyclopedia). Kita dapat membandingkan hal ini dengan definisi yang disebutkan dalam Enyclopaedia Britannica, yang sekalipun mengakui ke-khasan nama Allah dalam penggunaannya di kalangan agama Islam sebagai salah satu artinya, dalam arti yang lain jelas memberikan pengertian yang lebih ilmiah dan lebih mengandung kebenaran:

"Allah (Arabic:"God"), the one and only God in the religion of Islam. Etymologically, the name Allah is probably a contraction of the Arabic al-Ilah, "the God." The name's origin can be traced back to the earliest Semitic writings in which the word for god was Il or El, the latter being an Old Testament synonim for Yahweh. Allah is the standard Arabic word for "God" and is used by Arab Christians as well as by Muslims."

Definisi yang benar ini juga disebutkan dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dimana disebutkan bahwa: "ALLAH adalah Tuhan, pencipta alam raya termasuk segala isinya". (Vol.I, h.270).

Memang dalam literatur Barat termasuk dalam beberapa kamus, ada sentimen kuat anti Arab/Islam sehingga sering timbul ungkapan-ungkapan memojokkan yang tidak ilmiah seperti ucapan Morley di atas yang memberi stigmata seakan-akan nama 'Allah' itu nama dewa/i masa jahiliah Arab seperti Dewa Pengairan atau Dewa Bulan, namun banyak pula literatur Barat yang lebih bersifat netral dan ilmiah seperti Ensyclopaedia Britannica dan umumnya kamus-kamus teologia yang menyebut bahwa nama 'Allah' adalah nama dalam dialek/bahasa Arab untuk menunjuk pada 'El' Semitik, dan juga digunakan oleh orang Arab pra-Islam (terutama kaum Hanif yang tetap mempertahankan Allah monotheisme Abraham) maupun bangsa Arab yang menganut agama Yahudi dan Kristen:

"Karena Islam memperbaiki agama yang dibawa Ibrahim, yakni agama fitrah, maka jahiliyah dipandang sebagai sebuah zaman sebelum kedatangan Islam, ibarat kegelapan sebelum terbit fajar. Pada zaman ini ajaran monotheisme Ibrahim telah musnah berganti dengan sitem paganisme, dan diwarnai dekadensi moral. Sejumlah berhala sesembahan didatangkan ke Makkah dari berbagai negeri di Timur Tengah. Namun tidak semua warga Arab pada saat itu menganut sistem keyakinan pagan, melainkan terdapat beberapa suku Arab memeluk agama Kristen dan Yahudi. Bahkan terdapat sejumlah pribadi yang menekuni dunia spiritual, mereka itu dinamakan 'hunafa' (tgl. hanif) yang mana mereka tidak memihak kepada satu di antara kedua agama tersebut, melainkan mereka bertahan pada ajaran monotheisme Ibrahim". (Cyrill Glasse, Ensiklopedia Islam, h.190, dibawah kata al-Jahiliah).

Kenyataan ini juga diperkuat dengan ditemukannya peninggalan arkeologis beberapa abad sebelum masa Islam abad-VII (yang secara keliru disebut dalam buku Morley bahwa Alkitab dalam bahasa Arab baru ada pada abad-IX dan menggunakan nama Allah karena dipaksa orang Islam dan bandingkan dengan buku-buku yang bertema 'Asal bukan Allah' yang menganggap orang Islam tidak menyukai orang Kristen menggunakan nama 'Allah'). Suatu pengingkaran sejarah yang dihasilkan semangat Arab/Islam fobia, sebab jauh sebelum ada agama Islam nama Allah sudah digunakan bersama-sama oleh umat Yahudi Arab, Kristen Arab dan bangsa Arab pra-Islam.

Namun, kalau 'El' (Ibrani) sama dengan 'Alaha' (Aram-Siria) dan 'Allah' (Arab), mengapa tidak memilih saja 'El/Elohim' yang merupakan bahasa aslinya?

Tuhan dalam menyebarkan firmannya menggunakan kendaraan bahasa-bahasa. Pada zaman Ezra, Alkitab Ibrani sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Aram, dan sejak itu sampai abad ke-XIX bahasa Ibrani hanya digunakan dalam penulisan/penyalinan Kitab Suci saja. Ketika bahasa Yunani menguasai kawasan sekitar Laut Tengah, atas perintah imam besar di Yerusalem, Eliezer, Alkitab PL diterjemahkan dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani (Septuaginta/LXX), inilah yang digunakan Yesus, para Rasul, umat Kristen dan dipakai juga di sinagoga-sinagoga. Demikian juga di hari Pentakosta, Roh Kudus sendiri mengilhami para Rasul untuk mengkotbahkan firman (termasuk nama El/Theos) ke bahasa-bahasa pendengar, dalam arti kata penerjemahan nama Tuhan ke dalam bahasa-bahasa lokal didorong oleh Roh Tuhan/Kudus sendiri.

Berbeda dengan 'El' yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani sebagai 'Theos' dan bahasa Barat sebagai 'God, Gott, Dieu', maka nama 'Allah' (Arab) sebenarnya bukan terjemahan melainkan perkembangan dialek dalam rumpun Semit sendiri untuk menyebut El (di samping a.l. Alaha dalam bahasa Aram-Siria).

Islam sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-XIII, Kristen Katolik baru masuk abad ke-XVI dan Protestan pada abad ke-XVII, ini berarti sudah tiga abad lebih dimana agama Islam dan bahasa Arab sudah merakyat di Indonesia, dan kemudian nama 'Allah' masuk menjadi kosa-kata bahasa Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam bahasa Indonesia, ada banyak kosa-kata yang berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa Arab (1.495, termasuk kata 'Allah'), Inggeris (1.610), dan Belanda (3.280), maka adalah tepat bila kata yang sekarang menjadi kosa-kata Indonesia itu dipakai untuk menyebut El/Elohim Perjanjian Lama dan Theos Perjanjian Baru dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia, karena kata itu bukan saja dekat tetapi termasuk keluarga serumpun Semit dengan bahasa Ibrani.

Dari pembahasan di atas dapatlah disimpulkan jawab atas pertanyaan judul artikel ini, yaitu bahwa sebagai oknum dengan namanya "Allah Islam adalah Tuhan Kristen" atau "Allah Islam adalah Allah Kristen" pula, namun perlu disadari bahwa karena Kitab Suci yang dipercayai keduanya berbeda, maka jelas pula bahwa sekalipun ada samanya, keduanya memiliki banyak perbedaan dalam hal konsep/ajaran/aqidah.

Mereka yang membutuhkan informasi lebih lengkap silahkan membuka www.yabina.org dan membaca:
Diskusi (Agustus & Oktober 1999 & Februari 2000: Siapakah Yang Bernama Allah Itu?), MSA-maya (Februari 2000: Siapakah Yang Bernama Allah Itu?), dan Renungan (September 2000: Kitab Suci 2000).

SUMBER WWW.YABINA.ORG Artikel 002_ 2001

 

KITAB SUCI 2000

Belakangan ini dari kalangan kelompok yang menyebut dirinya Nasrani, diterbitkan 'Kitab Suci Torat dan Injil' atau 'Kitab Suci 2000' (sebut saja KS2000) oleh Eliezer (Suradi) ben Abraham dengan organisasi Bet Yesua Hamasiah. KS2000 adalah puncak dari seri 5 traktat (yang kemudian disatukan) berjudul 'Siapakah Yang Bernama Allah Itu?' (sebut saja SYBAI), yang diterbitkan sebelumnya, yang pada prinsipnya beranggapan bahwa nama 'Yahweh' dan 'Eloim' tidak boleh diubah dan diterjemahkan, dan penggunaan nama 'Allah' yang dianggap nama dewa-berhala Arab itu sebagai 'penghujatan.'

KS2000 nyaris menjiplak seluruh terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia - Terjemahan Baru (LAI-TB), dengan perubahan kecil yaitu dihilangkannya judul-judul perikop dan beberapa nama diganti dalam bahasa Ibrani terutama nama 'Allah' diganti 'Eloim' dan sebagian nama 'Tuhan' diganti dengan 'Yahwe', dan 'Yesus Kristus' diganti 'Yesua Hamasiah.'

Dari awal sudah terlihat kesalahan, dimana ALKITAB (LAI-TB) yang mencakup 'Perjanjian Lama dan Baru', dalam 'KS2000' ditulis dalam sampulnya sebagai 'Kitab Suci Torat dan Injil' padahal isinya mencakup PL & PB. Seperti diketahui PL dalam bahasa Ibraninya disebut 'Tanakh' artinya Torat, Nebiim (kitab nabi-nabi) dan Khetubim (tulisan sastra) ini disebutnya 'Torat' saja, dan PB yang mencakup Injil, Kisah Para Rasul, Surat-Surat, dan Wahyu, dalam KS2000 disebutnya 'Injil' saja.

PERTIMBANGAN ETIS & TEOLOGIS

Sebagai pertimbangan 'Etis', terlihat KS2000 tidak memiliki tata-krama penulisan karena tidak meminta izin kepada LAI dalam menggunakan hak-cipta penerjemahan tersebut, bahkan terjemahan LAI yang melibatkan dana mahal dan begitu banyak ahli teologia dan bahasa itu, begitu saja dibajak oleh seseorang. Tanpa menyebut sumber dasar terjemahan (LAI-TB) yang digunakan, bahkan hasil bajakan itu diaku seakan-akan penulisnya adalah 'Eliezer ben Abraham' dan organisasi kelompoknya 'Bet Yesua Hamasiah' sebagai penerbitnya.
Tiadanya etika dalam membajak karya terjemahan LAI jelas menyiratkan motivasi apa yang berada dibalik terjemahan itu yang kelihatannya dijiwai fanatisme Yudaisme yang jelas berpotensi untuk memecah belah kekristenan di Indonesia.

Secara 'Teologis' dapat dilihat banyak hal yang tidak tepat dan menunjukkan bahwa fanatisme nama 'Yahwe' dan 'Eloim' membuat kelompok Nasrani ini tidak sadar akan keterbatasan pengertiannya mengenai latar belakang sejarah, budaya, bahasa, maupun teologia Alkitab, sehingga menghasilkan versi 'Kitab Suci 2000' yang jauh lebih menunjukkan kesalahan-kesalahan penerjemahan yang lebih fatal daripada terjemahan LAI yang ingin digantinya yang dianggap sebagai tidak benar.

KESALAHAN FATAL

Ada dua kesalahan fatal dalam KS2000: (1) KS2000 mengabaikan perbedaan antara El, Elohim dan Eloah, semuanya ditulis 'Eloim', padahal kita tahu bahwa sekalipun ada kesamaannya dan disana sini dipertukarkan, ketiganya memiliki perbedaan; (2) KS2000 menganggap hanya 'Yahweh' yang merupakan nama diri, sedang 'Elohim' diartikan sebutan/gelar. Akibatnya bila nama diri 'El' diterjemahkan 'Eloim' berarti dua kesalahan terjadi, yaitu nama diri Tuhan diartikan sebagai sebutan dan El dianggap identik dengan Elohim.
"Kata ELOIM di dalam Torat dan Injil merupakan suatu gelar yaitu gelar yang harus disembah.
Sembahlah Eloim (Why.19:10)." (Traktat SYBAI, h.7)

"Tanggapan saya: El, Eloah, Eloim bukanlah nama melainkan suatu gelar, yaitu gelar "yang disembah". "Sembahlah Eloim" (Why.19:10). "engkau harus menyembah YAHWE, Eloimmu" (Luk.4:8)" (SYBAI, h.11)

"Apakah arti Eloim itu? Eloim adalah suatu gelar yang disembah. "Sembahlah Eloim" (Why.19:10). "engkau harus menyembah YAHWE, Eloimmu" (Luk.4:8)" (SYBAI, h.26)

Anggapan bahwa 'Eloim' adalah gelar menunjukkan adanya kekurang pengertian akan sejarah bahasa Ibrani. KS2000 mengganti semua nama 'El' dalam PL yang berarti nama diri yang sejajar dengan Yahweh dengan nama 'Eloim' yang hanya diartikan sebutan/gelar sesembahan Yahudi saja. Contoh berikut menggambarkan 'nama diri' El (yang definitif) yang dikaburkan sekedar diartikan sebutan/gelar saja (yang dikurung adalah bahasa aslinya dalam bahasa Ibrani):

"Akulah Eloim (El) yang di Betel (Bet El) itu" (KS2000, Kej.31:13)

"Eloim (Elohim) Israel ialah Eloim (El)." (KS2000, Kej.33:20)

Pada kedua ayat jelas 'El' adalah nama diri yang ting-gal di Bet 'El', ini dilemahkan hanya sekedar 'Eloim' yang diartikan sebutan/gelar sesembahan saja, 'Elohim' yang artinya sebagai nama diri yang disejajarkan dengan Yahweh dan El, juga dikaburkan menjadi Eloim yang diartikan sebutan/gelar saja.

"Aku, YAHWE (Yahweh). Eloim(Elohim)mu, adalah Eloim (El) yang cemburu ..." (KS2000, Ulg.5:9).

"Hai anak manusia, katakanlah kepada raja Tirus: Beginilah firman Tuhan (Adonai) Yahwe (Yahweh): Karena engkau menjadi tinggi hati, dan berkata: Aku adalah Eloim (El)! Aku duduk di takhta Eloim (Elohim) di tengah-tengah lautan. Padahal engkau adalah manusia, bukanlah Eloim (El), walau hatimu menempatkan diri sama dengan Eloim (Elohim)." (KS2000, Yeh.28:2).

'El' yang adalah nama diri yang cemburuan (Ulg.5:9) telah dikaburkan sekedar gelar saja. Demikian juga pernyataan Yahweh bahwa aku adalah 'El' (yang disejajarkan dengan Yahweh, Yeh.28:2) di sini ditulis sekedar sebagai 'Eloim' yang diartikan 'gelar'. Hal yang sama dapat dilihat pada ayat-ayat berikut:

"Eloim (Elohim) berfirman kepada Yakub: "Bersiaplah, pergilah ke Betel (Bet El), tinggallah di situ, dan buatlah di situ mezbah bagi Eloim (El), yang telah menampakkan diri kepadamu." (KS2000, Kej.35:1,3)

"Akulah Eloim (El), Eloim (Elohim) ayahmu, janganlah takut pergi ke Mesir, sebab aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar di sana." (KS2000, Kej.46:3)

"Lalu berserulah Mose kepada YAHWE (Yahweh): "Ya Eloim (El), sembuhkanlah kiranya dia." (KS2000, Bil.12:13).

Kej.35:1,3 jelas menyebut Mezbah bagi 'El' yang adalah nama diri tetapi dikaburkan dengan 'Eloim' yang diartikan gelar, demikian juga Kej.46:3, pengakuan nama diri 'Akulah El' telah dikaburkan menjadi sekedar 'Akulah Eloim' yang diartikan gelar. Seruan Musa pada nama diri 'El' dalam Bil.12:13 juga kabur menjadi ditujukan pada 'Eloim' yang diartikan 'gelar.' Contoh berikut menunjuk jelas bahwa 'El' adalah 'nama diri', bahkan dalam kaitan pengertian ke'esa'an, dan ini juga diganti 'Eloim' yang dimengerti sebagai sebutan/gelar saja.

"Jadi dengan siapa kamu hendak samakan Eloim (El), dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia? (KS2000, Yes.40:18)

"Kamu inilah saksi-saksiKu," demikianlah firman YAHWE (Yahweh), "dan hambaKu yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepadaKu dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Eloim (El) dibentuk, dan sesudah Aku tidak ada lagi. Aku, Akulah YAHWE (Yahweh) dan tidak ada juruselamat selain daripadaKu. Akulah yang memberi-tahukan, menyelamatkan dan mengabarkan, dan bukannya allah asing yang ada di antaramu. Kamulah saksi-saksiKu," demikianlah firman YAHWE (Yahweh), "dan Akulah Eloim (El)." (KS2000, Yes.43:10-12)

"Beginilah firman YAHWE (Yahweh): "Hasil tanah dari Mesir dan segala laba Etiopia dan orang-orang Syeba, orang-orang yang tinggi perawakannya, akan pindah kepadamu dan menjadi kepunyaanmu, mereka akan berjalan di belakangmu dan dirantai; mereka akan sujud kepadamu dan akan membujuk engkau, katanya: Hanya di tengah-tengahmu ada Eloim (El), dan tidak ada yang lain; di samping Dia tidak ada Eloim (Elohim)." (KS2000, Yes.45:14).

Dari beberapa contoh di atas kita dapat melihat bahwa usaha yang ingin memurnikan bahasa Ibrani dalam KS2000 pada kenyataannya justru mengganti kata 'El' dengan kata 'Eloim' bahkan yang fatal nama diri 'El' disebut sebagai nama sebutan/gelar 'Eloim'. Kesalahan yang sama juga terjadi dalam penggantian dalam Perjanjian Baru dimana kata 'Allah' yang berasal dari kata 'Theos' yang dalam konteks Septuaginta bisa berarti El/Elohim/Eloah yang bisa merupakan 'nama diri' mau-pun 'sebutan/gelar' yang perlu dilihat dari konteksnya, juga diterjemahkan (karena bahasa aslinya Yunani) secara borongan dengan kata 'Eloim' yang diartikan sebagai sebutan/gelar saja.
Contoh lain adalah sebutan 'Rumah Allah' yang dalam konteks Perjanjian Lama menunjuk pada 'Bait El' (Rumah 'El') dalam KS2000 diterjemahkan menjadi 'Bet Eloim' (KS2000, Mar.11:15-16).
Tentu artinya menjadi lemah bila nama 'Bait El' yang adalah 'RumahKu' (Mar.11:17) yang menunjuk nama diri Tuhan sekarang diganti menjadi sekedar 'Rumah milik gelar sesembahan' saja.

KS2000 JUGA MENGGANTI NAMA YAHWEH

Yang menarik untuk diamati adalah bahwa kalau kata 'Theos' dalam bahasa asli Yunaninya bila dimengerti dalam konteks 'Septuaginta' bisa berarti 'Yahweh' (TUHAN) atau 'Adonai' (Tuhan/Tuan) tergantung pengertian konteksnya, maka dalam KS2000 sebagian diterjemahkan sebagai YAHWE, dan yang menarik untuk diketahui adalah bahwa yang diganti itu mengikuti contoh Alkitab terjemahan 'Saksi Yehuwa' yang dise-but sebagai 'Kitab-Kitab Yunani Kristen Terjemahan Dunia Baru' (NW, Apendiks 2,h.413) dengan beberapa perkecualian.
Dari 237 nama Tuhan dalam PB yang diganti dengan nama 'Yehuwa' oleh Saksi Yehuwa (NW), sekitar 53%nya diikuti KS2000 dengan menggantinya dengan nama 'Yahwe' dan sisanya tetap disebut 'Tuhan' yang dalam konteks pandangan KS2000 diartikan sebagai 'Adonai.' Maka, dengan anggapan bahwa 'sebagian' saja dari yang sisanya 43% itu tentunya dimaksudkan sebagai 'Yahweh', berarti KS2000 telah mengubah 'sebagian' dari yang 43% itu yang seharusnya 'Yahwe' diterjemahkan dengan 'Tuhan', sesuatu yang dikritiknya. KS2000 tidak mengerti bahwa bahasa asli Perjanjian Baru bukan 'Ibrani' tetapi 'Yunani', dan disekitar hidup Yesus yang berlaku adalah bahasa percakapan Yunani dan Aram.
Beberapa contoh ayat yang menunjuk pada nama diri 'Tuhan' (dalam LAI-TB) yang berarti 'Yahweh' ternyata diganti 'Tuhan', jadi diterjemahkan juga (Dalam kurung versi KS2000).

"Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah (Eloim). Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepadaKu." (LAI-TB, Yoh.6:45).

Dalam ayat ini, LAI menterjemahkan kata 'Allah' itu sesuai bahasa asli Yunaninya yang ditulis 'Theos', dan KS2000 menggunakan kata 'Eloim', padahal Yes.45:13 yang dikutip dari PL, Ibraninya adalah 'Yahweh', jadi KS2000 juga mengganti kata Yahweh. Contoh lebih mencolok adalah ayat berikut:

"Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan (Eloim) telah menunjukkan rah-matNya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia." (LAI-TB, Luk.1:58).

Disini LAI menterjemahkan kata 'Tuhan' dari bahasa aslinya 'Kurios' yang bisa berarti 'Yahweh' atau 'Adonai' dalam kacamata Septuaginta, dan sekalipun bahasa asli Yunaninya secara eksplisit tidak menyebut artinya sebagai Yahweh, dari konteks ayat itu dapat diraba bahwa artinya adalah nama diri 'Yahweh'. Tetapi, KS2000 menterjemahkannya sebagai 'Eloim'.

Tiga kesalahan fatal telah dilakukan KS2000 pada 2 ayat itu: (1) 'Kurios' (Tuhan) diterjemahkan sebagai 'Eloim'; (2) 'Kurios' (Tuhan) yang dalam konteks ini menunjukkan 'nama diri' dianggap 'sebutan/gelar' saja; dan (3) 'Kurios' (Tuhan) yang justru maksudnya nama diri 'Yahweh' ternyata diterjemahkan sebagai sebutan/gelar 'Eloim'. Ini menunjukkan bahwa maksud memperbaiki yang salah, namun karena yang diperbaiki ter-nyata benar, maka perbaikannyalah sekarang yang salah.

Contoh lain dimana nama diri 'Yahweh', diterjemahkan sebagai 'Tuhan' dapat dilihat pada ayat berikut:

"Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku." (KS2000, Luk.4:18).

Disini LAI menterjemahkan 'Tuhan' dari bahasa Yunani 'Kurios' yang dalam konteks PL yang dibaca menunjuk pada 'Yahweh' (Yes.61:1) tetapi disebut KS2000 sebagai Tuhan juga. Jadi, KS2000 juga menterjemahkan nama 'Yahweh' menjadi 'Tuhan', sesuatu yang diharamkannya! Contoh lain:

"Bukankah telah dikatakan Musa (Mose): Tuhan Allah (Eloim) akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya kepadamu." (LAI-TB, Kis.3:22, yang dikurung versi KS2000).

Di sini LAI menterjemahkan 'Tuhan Allah' sesuai bahasa asli Yunaninya yang berbunyi 'Kurios Theos', yang dalam kacamata ayat aslinya dalam PL berarti 'Yahweh Elohim' (Ulg. 18:15), tetapi KS2000 menterjemahkan sebagai 'Tuhan Eloim':

Penterjemahan Alkitab memang bukan monopoli LAI, dan setiap orang berhak merevisinya sesuai yang benar, tetapi bila seseorang mengambil naskah LAI kemudian mengganti beberapa kata yang malah tidak benar, tentu ini memutar balik-kan kebenaran. Apalagi kita tahu bahwa terjemahan Alkitab LAI dikerjakan oleh puluhan ahli teologia/bahasa yang mewakili mayoritas gereja, yaitu Protestan, Katolik, Pentakosta, Baptis dan Advent, maka adalah ceroboh bila satu orang yang tidak belajar teologia formal begitu saja mau menggantikan kerja tim para-ahli itu, dan menganggap karya mereka sebagai penghujatan.
Apalagi, kita ketahui bahwa faktanya, sejak hari Pentakosta (Kis.2:11) dimana Roh Kudus mendorong para Rasul dalam penterjemahkan, dan jauh sebelum masa jahiliah dan Islam, orang Kristen Arab dan Yahudi sudah menyebut 'Allah', dan saat ini ada 4 versi Alkitab bahasa Arab yang semuanya menggunakan nama 'Allah.'
Nama ini adalah transliterasi nama 'El' ke bahasa Arab sama halnya 'Alloho' ke bahasa Aram-Siria.

Dari beberapa contoh di atas saja (dan masih banyak lainnya) kita sudah melihat apa hasil yang dikeluarkan terjemahan perorangan yang jelas menunjukkan kekacauan karena kurangnya pengetahuan dan pengertian penulisnya, dan kita dapat menilai sampai dimana kebenaran 'Kitab Suci 2000' itu. Adalah lebih terhormat bila seseorang dapat menterjemahkan naskah Alkitab dengan versinya sendiri bila itu dianggap yang paling benar, daripada melakukan 'bongkar pasang' karya Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dan memutar-balikkannya.

Salam kasih dari Herlianto.

SUMBER WWW.YABINA.ORG RENUNGAN September 2000




SATU ALLAH & TRITUNGGAL

Beberapa pertanyaan yang diterima dalam sebulan terakhir ini didiskusikan sebagai berikut:

(Tanya–1)
Kalau Allahnya sama sekalipun pengajarannya tidak sama, bukankah ada juga keselamatan dalam agama Islam?

(Jawab–1)
Dalam ranah histori, Agama Yahudi, Kristen, dan Islam, mengarahkan penyembahan mereka pada El/Allah yang sama, namun dalam ranah dogmatik/aqidah, pengajaran masing-masing (termasuk soal keselamatan) berbeda tergantung kepercayaan mereka yang didasarkan Kitab Suci (Tenakh/PL+PB/Al-Quran) yang mereka percayai masing-masing sebagai wahyu. Yang menjadi masalah adalah apakah ketiga wahyu yang dipercayai oleh masing-masing itu sama berasal dari Allah yang sama itu. Menurut orang Yahudi, PB dan Alquran bukan wahyu Allah, dan menurut Kristen Al-Quran bukan wahyu Allah. Menurut Islam, PL+PB adalah wahyu Allah seperti dalam kutipan berikut:

"Kami telah beriman kepada Allah dan (Kitab) yang diturunkan kepada kami dan apa2 yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak2nya, (begitu juga kepada kitab) yang diturunkan kepada Musa dan 'Isa, dan apa-apa yang diturunkan kepada nabi2 dari Tuhan mereka, tiadalah kami perbedakan seorang juga diantara mereka itu dan kami patuh kepada Allah". (Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, QS.2:136).

Namun, Islam menganggap bahwa baik PL maupun PB sudah dipalsukan sehingga diragukan kebenarannya. Dalam hal ini, tentu kita belum bisa bertanya kepada El/Allah mengenai mana wahyu yang benar-benar berasal dari-Nya. Dalam hal keselamatan, berdasarkan Al-Quran, orang Islam percaya bahwa hanya mereka yang diselamatkan, yaitu yang mengaku dua kalimat syahadat: ‘Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad rasul Allah.’ Bagi umat Kristen tentu ‘hanya ada satu jalan keselamatan yaitu melalui ‘Tuhan Yesus Kristus’ (Yoh.3:16).

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh.3:16).

Baik agama Yahudi maupun Islam tidak mempercayai Yesus sebagai Anak Allah yang dikaruniakan itu, karena itu adalah tugas umat Kristen bersaksi kepada para penganut agama Yahudi maupun Islam mengenai Yesus sebagai Anak Allah yang adalah ‘Tuhan dan Juruselamat manusia.’

(T–2)
Kalau Allahnya sama sekalipun pengajarannya tidak sama, bukankah tidak salahnya kalau kita beribadat hari Minggu di gereja, hari Jumat di Mesjid, dan hari Sabtu di Sinagoge?

(J–2)  
Secara teoritis dan pribadi, bagi umat Kristen tidak salahnya kalau ia misalnya berdoa di Sinagoge atau Mesjid sekedar sebagai tempat, karena umat Kristen bisa berdoa dimana-mana, namun kalau untuk beribadat tentu tidak benar, karena dalam ibadat kita mengikuti ritual pengajaran/aqidah yang kita tidak percayai sebagai wahyu El/Allah. Namun, sebagai pengamat, tanpa mengikuti ritualnya, tidak ada salahnya kalau sekali waktu umat Kristen mengamati ibadat orang Yahudi dan Islam di Sinagoge maupun Mesjid untuk memperkaya khasanah perbandingan agamanya.

(T–3)
Mengenai Allah Tritunggal, bagaimana kalau dikatakan bahwa ajaran itu dipengaruhi ajaran Tritheis (Brahma-Syiwa-Wisnu) dalam agama Hindu mengingat Hinduisme sudah ada jauh sebelum Yudaisme?   

(J–3)
Memang harus diakui bahwa sejarah agama Hindu (juga agama Mesir dan Babel) sudah terlihat jejaknya satu milenium sebelum kita melihat jejak agama Yudaisme, namun Yudaisme tidak mempercayai kepercayaan yang bermula dari Yudaisme melainkan dimulai dari penciptaan alam semesta dan penciptaan manusia. Menurut kepercayaan ‘evolusi agama,’ dipercaya bahwa agama itu berasal dari perkembangan kepercayaan yang masih primitif (animisme, manisme & magisme) yang kemudian berkembang ke dalam politheisme dan puncaknya monotheisme, dengan asumsi demikian, dipercayai bahwa agama Hindu lebih menunjukkan tahap-tahap awal dari perkembangan agama sedangkan Yudaisme tahap lebih lanjut. Evolusi agama banyak kelemahannya karena kita melihat bahwa perkembangan agama tidak harus berasal dari yang primitip kemudian ke yang modern, soalnya penelitian agama-agama menemukan bahwa dalam agama yang disebut primitip pun, jejak-jejak monotheisme juga ada, sedangkan dalam manusia modern sekarang ada kegairahan kembali ke agama animisme terutama mistik (monisme). Dalam sejarah agama Israel kita dapat melihat bahwa Yudaisme sekalipun mempercayai El/Yahweh yang monotheis, dalam praktek umat Israel sering terpengaruh agama-agama sekeliling baik dari Kanaan, Mesir maupun Babel. Kita dapat melihat umat Israel sering terpengaruh berhala seperti Baal maupun Anak lembu (Kel.32:1-6;1Raj.12:28). Kelihatannya, agama-agama sekeliling Mesopotamia masih memiliki kenangan akan ‘Tuhan’ sumber yang sama di Mesopotamia pada awal sejarah, dan kalau dalam agama-agama lain Wahyu Allah terputus atau tidak berlanjut dengan wahyu baru, umat Yahudi & Kristen percaya bahwa Tuhan El/Allah memelihara wahyunya terus dan umat Kristen mempercayai penggenapannya dalam kehadiran Immanuel, Anak Manusia.

(T–4)
Sehubungan dengan nama ‘Yesus’, bukankah Yoh.17:12 menyebut bahwa nama Bapa itu ‘Yesus’ karena Nama itulah yang diberikan kepada anak-Nya?

(J–4)
Ayat Yoh.17:12 tidak menyebut bahwa ‘nama’ disitu adalah ‘Yesus,’ jadi ayat itu harus dimengerti secata kontekstual. Yang benar adalah nama Bapa di surga diberikan kepada Yesus. Siapakah nama Bapa di sorga? Bila kita melihat PL, nama itu adalah El (dialek Ibrani, dalam dialek Arab = Allah) dan Yahweh. Bandingkan El Elohe Yisrael (Kej.33:20) dengan Yahweh Elohe Yisrael (Yos.8:30). Kedua nama El/Yahweh itulah yang diberikan kepada Yesus, sebab Yesus dinamakan sesuai kedua nama Bapa di sorga:

“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatnya dari dosa. . . . Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel.” (Mat.1:21,23).

Yesus dalam bahasa Ibrani disebut Yoshua (Yehushua, yang artinya Yahweh penyelamat), sedangkan Imanuel berarti ‘El yang menyertai kita.’ Orang Yahudi marah kepada Yesus bukan karena namanya Yesus, karena nama itu sudah banyak digunakan di Israel, tetapi karena Ia menyebut dirinya ‘Anak Allah’ (Yoh.10:36). Ayat-ayat itu menunjukkan ayat Yohanes lainnya bahwa ‘Aku dan Bapa itu satu adanya.’ (Yoh.17:21-23), jadi Yesus identik dengan El/Yahweh, karena itu pengajaran kelompok ‘Yesus’ (Yahweh penyelamat) tidak konsekwen karena di satu sisi menyebut nama Yesus sebagai nama Tuhan satu-satunya tetapi menganggap nama El/Yahweh lebih rendah dari Yesus dan nama berhala import (lihat kutipan dari sumber kelompok ‘Yesus’ dalam tulisan saya).

Yesus memerintahkan murid-murid-Nya membaptiskan dalam nama ‘Bapa, Anak dan Roh Kudus.’ (Mat.28:19). Dan dalam kitab Wahyu yang juga ditulis Yohanes berkali-kali nama Bapa muncul sebagai ‘Allah yang Mahakuasa’ (El Shadday). Karena itu Alkitab mengajarkan bahwa Allah itu Esa dengan tiga penyataan (= Tritunggal). Kita harus mengartikan ayat berdasarkan isi Alkitab sebagai kesatuan dan bukannya sebaliknya, yaitu satu ayat menentukan keseluruhan Alkitab.

(T–5)
Apakah dapat dikatakan bahwa selama seseorang diselamatkan dalam nama Yesus, sekalipun ia dibaptiskan dalam nama ‘Yesus’ saja ataukah ‘nama Bapa Anak dan Roh Kudus’ ia diselamatkan bukan?

(J–5)
Seseorang diselamatkan bukan karena ia dibaptis dalam nama ‘Yesus’ atau dalam nama ‘Bapa, Anak dan Roh Kudus,’ tetapi karena Iman (sola Fidei) kepada, dan anugerah (sola Gratia) Tuhan Yesus seperti yang dinyatakan dalam Alkitab (sola Scriptura). Jadi janganlah kita terpengaruh cara baptisan atau atas nama apa baptisan itu, tetapi hendaklah kita beriman kepada Tuhan Yesus dan mentaati kehendak-Nya termasuk mengikuti perintah ‘Amanat Agung Penginjilan’ yang diucapkan Tuhan Yesus Kristus (Mat.28:19-20). Bukan karena menyebut rumus baptisan dalam nama ‘Bapa, Anak dan Rohkudus’ seseorang diselamatkan, tetapi kita diselamatkan karena Tuhan Yesus sendiri, namun kalau kita telah menerima keselamatan, perintah Tuhan juga mengatakan agar kita mengikuti segala sesuatu yang diperintahkan-Nya termasuk ikutilah rumus baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus Kristus, yaitu dalam nama ‘Bapa, Anak dan Roh  Kudus.’

(T–6)
Dalam hubungan Baptisan dengan Allah Tritunggal, bagaimana sebaiknya rumus pembaptisan diucapkan, apakah dalam nama ‘Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus’ ataukah ‘Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus’?

(J–6)
Menurut Alkitab, Tuhan menyuruh kita membaptis dalam nama ‘Bapa, Anak dan Roh Kudus.’ Maka kalau kita membaptiskan dalam nama ‘Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus’ masih tepat. Dalam Alkitab tidak pernah disebut Yesus sebagai ‘Allah Anak’ sekalipun Yesus adalah Anak Allah, demikian juga Roh Kudus tidak pernah disebut sebagai ‘Allah Roh Kudus’ sekalipun kita mempercayai Roh Kudus sebagai bagian dari ketritunggalan Allah. Allah itu Esa namun hadir dalam tiga penyataan dan jabatan yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. Sebutan dalam nama ‘Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus’ dapat memberi kesan bahwa  Allah itu memang tiga, padahal kepercayaan kristen menyebut ‘Allah itu Esa’ yang menyatakan diri dalam ketritunggalan. Karena itu, sebaiknya rumus pembaptisan menggunakan rumus yang Tuhan Yesus sendiri perintahkan, yaitu:

“Karena itu pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku dan baptiskan mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat.28:19-20).

Kiranya diskusi kali ini menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta.

 

SUMBER WWW.YABINA.ORG Ruang Tanya Jawab - Desember 2004 

Salam kasih dari Redaksi YABINA ministry

'IBRANI' MANIA

 

Dalam dasawarsa terakhir, ada gerakan baru tumbuh di kalangan kristen Indonesia yang sangat berpusatkan hal-hal yang berbau Ibrani dan dapat disebut sebagai ‘Ibranimania. Mereka terpengaruhi fanatisme Yudaik yang mengakibatkan mereka mengidap ‘Islam/Arabfobia, khususnya menolak hal-hal yang berbau Islam/Arab terutama nama ‘Allah’ dan memulihkan nama Ibrani ‘Yahweh.’ Sebaliknya, gerakan ini sangat meninggikan bahasa Ibrani seakan-akan bahasa ini adalah bahasa surgawi yang ada dari kekal sampai kekal. Klaim yang mereka kemukakan adalah bahwa:
(a) ‘Bahasa Ibrani’ itu cukup tua setua nama Eber dimana nama Ibrani berasal;
(b) ‘Bahasa Ibrani’ adalah bahasa yang terus menerus dipakai sampai sekarang; dan bahwa
(c) Yesus dan umat Kristen berbahasa Ibrani meneruskan bahasa umat Yahudi masa Perjanjian Lama dan ‘Perjanjian Baru’ bahasa aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani.

Benarkah klaim fanatisme bahasa demikian itu?

Berbeda dengan anggapan gerakan ini yang menyebutkan bahwa bangsa dan bahasa Ibrani sudah ada sejak masa kuno dan bertahan terus sampai sekarang, kenyataaan menunjukkan bahwa bangsa dan bahasa Ibrani itu labil, dan berasal dari aksara bahasa timur tengah yang lebih kuno dan dalam perkembangannya mudah terpengaruh bahasa asing disekitarnya. Orang Ibrani biasa dikaitkan sebagai keturunan Eber yang adalah cucu Arphaksad anak Sem, jadi termasuk rumpun Semitik (keturunan Sem). Eber itu, kenyataannya  lebih muda dua generasi dari Aram (anak Sem juga) yang kemudian menurunkan bangsa Aram dan kemudian bangsa Arab (Kej.10:21-25).

Lalu bahasa apakah yang diucapkan oleh orang Ibrani sejak awalnya?

Para leluhur orang Ibrani berasal dari Mesopotamia (Ur-Kasdim) dan berbahasa Aram-Mesopotamia, karena bahasa itu sudah digunakan oleh keturunan Aram disitu dan berkembang lebih pagi dari bahasa Ibrani dikarenakan keturunan Aram menetap secara turun-temurun di daerah Mesopotamia dan berkembang menjadi komunitas besar yang kemudian menggunakan bahasa Aram. Keturunan Sem lainnya termasuk keturunan Arphaksad dan Eber juga tinggal dikawasan itu dan berbahasa Aram juga seperti Terah, Abram, Nahor dan Haran (Kej.11:10-26;24:4). Terah bersama Abram dan Lot anak Haran kemudian meninggalkan Mesopotamia menuju Kanaan, dan saat di Haran, Terah meninggal (Kej.11:27-32). Dapat dimaklumi mengapa bahasa Ibrani yang kemudian digunakan orang Ibrani terlambat berkembang karena leluhur mereka, Abram, adalah seorang pengelana dan tidak sempat mengembangkan bahasa sendiri melainkan banyak berinteraksi dengan bahasa di lingkungan yang baru.

Setelah Abram menerima janji Allah dan dinamakan Abraham yang disebut ‘orang Ibrani’ (Kej.14:13) ia memasuki Kanaan dan menggunakan bahasa lokal Kanaan disamping Aram. Ishak anak Abraham yang lahir di Kanaan kemudian mencari isteri ke Aram-Mesopotamia kekota Nahor (Kej.24:10) dan menikahi Ribka cucu Nahor. Ribka memiliki saudara bernama Laban yang tercatat  sebagai orang Aram berbahasa Aram (Kej.31:20,47). Yakub, anak Ishak dan Ribka berbahasa Aram mengingat bahasa ibunya Aram, kemudian menikah dengan Lea dan Rachel anak Laban, pamannya yang berbahasa Aram. Yakub yang lahir di Kanaan tentu berbahasa Kanaan juga disamping bahasa Aram ibunya, maka dapat dimaklumi mengapa keturunan Yakub yang kemudian menjadi bangsa Israel, mengaku sebagai keturunan Aram (Ul.26:5), dan disebut berbahasa Kanaan (Yes.19:18).

Tetapi, bukankah bahasa Ibrani sudah digunakan Yakub yang menyebut ‘Galed’ dalam bahasa Ibrani? (Kej.31:47). Memang ‘Galed’ kini masuk kosa-kata bahasa Ibrani, tetapi kata itu berasal dari bahasa lain.
Ada dua penafsiran, yaitu:
(1) Galed berasal bahasa Aram sebagai sinonim Yegar-Sahaduta karena Laban juga menyebut Galed yang tentu sudah dikenalnya (Kej.31:48); dan
(2) Galed berasal bahasa Kanaan yang merupakan bahasa yang dikenal Yakub karena ia lahir di Kanaan. Namun perlu disadari bahwa pada masa Yakub, bahasa Ibrani belum berkembang, dan baru kemudian percampuran bahasa ibu Aram dan bahasa lokal Kanaan & Amorit menjadi cikal bakal bahasa Ibrani.

“Sudah pasti ada pengambil-alihan kata-kata Mesopotamia pada masa Abraham, yang berimigrasi dari Ur dan Haran. … Ada juga peminjaman kata-kata Aram pada pasa para leluhur, seperti yang terjadi dalam perjalanan Abraham ke Haran, dan pernikahan Ishak dan Yakub dengan isteri-isteri yang berbahasa Aram. Perhatikan bahwa ‘Galed’ yang dikatakan Yakub dalam bahasa Kanaan, disebut Laban mertuanya ‘Yegar-Sahaduta’ dalam bahasa Aram (Kej.31:47)..” (The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, Vol.3, hlm.75).

Bahasa Kanaan dengan pencampuran Aram yang digunakan para leluhur orang Ibrani masih digunakan oleh orang-orang Ibrani ketika mereka berada di Mesir (Yes.19:18). Kemudian ketika orang Ibrani dengan pimpinan Musa keluar dari Mesir dan memasuki Kanaan kembali, bahasa mereka kemudian menjadi cikal-bakal bahasa Ibrani Kuno (Palaeo Hebrew), bahasa yang berkembang dalam komunitas orang Ibrani setelah mereka menetap dalam jumlah banyak di Palestina:

“Bahasa Ibrani adalah cabang dari bahasa Kanaan dan Amorit, atau lebih tepat Kanaan dan Amorit adalah dialek-dialek nenek-moyang yang melalui pencampuran keduanya pertumbuhan bahasa Ibrani dapat dijelaskan.” (Interpreters’ Dictionary of the Bible, Vol.2, hlm..553).

Bahasa Ibrani tulisan baru berkembang pada abad-11sM yang menggunakan aksara Kanaan dengan 22 huruf mati. Aksara inilah yang kemudian melahirkan bahasa Ibrani kuno (Palaeo Hebrew). Kitab Sastra Tenakh (abad-11–6sM) menggunaan bahasa Ibrani Kuno yang masih berciri Kanaan dan Amorit. Ketika umat Israel berada di Kanaan pada pemerintahan Sanherib (700sM), bahasa mereka sudah agak berbeda dengan bahasa Kanaan asli, dan karena itu disebut sebagai bahasa Yehuda (Yehudit, 2Raj.18:26,28; Neh.13:24; Yes.36:11,13) dibedakan dengan bahasa Aram (Aramit).

Kitab Tawarikh, Ezra, Nehemiah, Kidung Agung, Pengkotbah dan Ester menunjukkan bahasa Ibrani yang lebih lanjut yang dipengaruhi bahasa Aram dan disebut bahasa Ibrani Kitab Suci (abad-6-3 sM). Pada masa Ezra (abad-5 sM) orang Israel sudah tidak mengerti bahasa Ibrani sehingga perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Aram (Neh.8:2-9). Demikian pula dijumpai bahwa sebagian kitab Ezra (4:8 – 6:18; 7:12-26), Daniel (2:4b – 7:28) dan Yeremia (10:11) ditulis dalam bahasa Aram.

            Setelah Tenakh ditulis lengkap berkembanglah bahasa tulisan ‘Ibrani Miznah’ (abad- 3 sM–6M) yang dipengaruhi bahasa Aram, Yunani dan Latin, sejalan dengan perluasan kekuasaan Yunani sejak Alexander Agung menguasai Timur Tengah disusul kerajaan Romawi. Pada masa itu Tenakh diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dalam Septuaginta (LXX, abad- 3 sM) dengan 70 penerjemah yang diutus oleh Imam Besar Eliezer di Yerusalem, dan Perjanjian Baru juga ditulis dalam bahasa Yunani (koine) dengan beberapa kata Aram.
 

            Namun, ada juga tokoh penganut ‘Ibrani’mania yang berpendapat bahwa umat Kristen pertama berbahasa Ibrani dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Ibrani. Benarkah klaim demikian?
Kita harus menyadari bahwa kalau dalam Perjanjian Baru, yang disebut bahasa Ibrani yang dimaksudkan adalah bahasa Aram, demikian juga sumber Tenakh (PL) yang digunakan umat Kristen pertama adalah Septuaginta (LXX, bahasa Yunani).

            D.C. Mulder, pakar Perjanjian Lama, menyebutkan:

Di tanah Palestina sendiri bahasa Aramlah yang menjadi bahasa sehari-hari sejak abad IV/III sM.; bahasa Ibrani lama-kelamaan hanya dipakai sebagai bahasa suci dan bahasa agama.” (Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama, hlm.214)

Sedangkan Bruce M. Metzger, pakar Alkitab dan bahasa-bahasanya, menyebutkan:

”Bahasa ibu orang Yahudi Palestina di waktu itu adalah Aram. Sekalipun para Rabi dan Ahli-Kitab masih menggunakan bahasa Ibrani klasik Perjanjian Lama, untuk mayoritas umat ini adalah bahasa mati. ... Barangkali karena rasa bangga yang salah, dan kemungkinan besar karena tidak dapat membedakan ketepatan ilmiah, bahasa Aram secara populer disebut sebagai bahasa ”Ibrani”. … Bahasa percakapan umum semitik orang Yahudi Palestina pada waktu Yesus adalah Aram.” (The Language of the New Testaments, The Interpreters’ Bible, Vol.7, hlm.43)

“Septuaginta adalah teks Alkitab utama yang dikenal dan digunakan dalam penyusunan Perjanjian Baru.” (The New Bible Dictionary, hlm.714).

Ketika bangsa Arab bangkit melalui kesultanan Islam dan menguasai sekitar Laut Tengah termasuk Palestina, berkembanglah ‘Ibrani Para Rabi’ (abad-7– 1 9M) yang dipengaruhi bahasa Arab yang mengenalkan alun suara, dan hanya menjadi bahasa Kitab Suci dengan kehadiran keluarga Masoret pada abad-6– 1 0M yang menghasilkan Tenakh Massoret. Baru di akhir abad- 1 9M berkembang ‘Ibrani Modern’ sebagai bahasa tulis dan percakapan sejalan dengan kebangkitan nasionalisme Yahudi yang ingin mengembalikan bangsa ini kepada agama, kebudayaan dan bahasa Ibrani. Kebangkitan dipermudah oleh penguasaan Inggeris atas Palestina menggantikan Arab ( 1 9 1 7) yang kemudian membuka peluang Israel merdeka ( 1 9 4 8). Sejak itu bahasa Ibrani secara resmi dijadikan bahasa nasional Israel

Sekalipun sebagai bahasa tulis bahasa Ibrani tetap eksis dalam salin-menyalin Tenakh, namun terus menerus dipengaruhi bahasa lingkungan yang lebih populer yaitu Aram, Yunani, Latin, dan kemudian Arab. Tenakh yang ditemukan di Qumran (Dead Sea Scrolls, abad-2sM– 1 M) bahasa Ibraninya berbeda dengan Ibrani Masoret (naskah MS tertua yang eksis berasal dari abad- 1 0M).

Dapat dimaklumi mengapa naskah Tenakh Masoret (yang diterjemahkan sebagai Perjanjian Lama) ada perbedaannya dengan Septuaginta yang dikutip Perjanjian Baru (80% kutipan PL dalam PB berasal dari Septuaginta). Ini menunjukkan bahwa naskah Tenakh sumber Septuaginta berbeda dengan naskah Tenakh yang digunakan Masoret.

            Terlepas dari keyakinan ‘Ibrani’mania yang tak berdasar sejarah mengenai supremasi bahasa Ibrani, bahasa Ibrani kenyataannya merupakan bahasa yang labil, berasal bahasa Kanaan dan Amorit, lama menjadi bahasa mati dan rentan dipengaruhi bahasa Aram, Yunani, Latin, dan Arab. Dan sekalipun pengaruh Arab memperkenalkan alun suara sejak abad-7M, sebagai bahasa hidup (percakapan) baru hidup kembali pada abad- 1 9M setelah bangunnya nasionalisme Yahudi.
 

Salam kasih dari Sekertari www.yabina.org  

ARTIKEL 5/2008